Asal Mula Rumah Siput
Dahulu kala, siput tidak membawa rumahnya kemana-mana… Pertama kali
siput tinggal di sarang burung yang sudah ditinggalkan induk burung di atas
pohon .
Malam terasa hangat dan siang terasa sejuk karena daun-daun pohon
merintangi sinar matahari yang jatuh tepat ke sarang tempat siput tinggal.
Tetapi ketika musim Hujan datang, daun-daun itu tidak bisa lagi menghalangi air
hujan yang jatuh,.. siput menjadi basah dan kedinginan terkena air hujan.
Kemudian siput pindah ke dalam lubang yang ada di batang pohon, Jika hari
panas, siput terlindung dengan baik, bahkan jika hujan turun, siput tidak akan
basah dan kedinginan. Sepertinya aku menemukan rumah yang cocok untukku, gumam
siput dalam hati.
Tetapi di suatu hari yang cerah, datanglah burung pelatuk ,,
tok..tok…tok…burung pelatuk terus mematuk batang pohon tempat rumah siput,
siput menjadi terganggu dan tidak
bisa tidur,
Dengan hati jengkel, siput turun dari lubang batang pohon dan mencari
tempat tinggal selanjutnya. Siput menemukan sebuah lubang di tanah,
kelihatannya hangat jika malam datang, pikir siput. Siput membersihkan lubang
tersebut dan memutuskan untuk tinggal di dalamnya, tetapi ketika malam datang,
tikus-tikus datang menggali dari segala arah merusak rumah siput. Apa mau dikata,
siput pergi meninggalkan lubang itu untuk mencari rumah baru….
Siput berjalan terus sampai di tepi pantai penuh dengan batu karang.
Sela-sela batu karang dapat menjadi rumahku !!! siput bersorak senang, aku bisa
berlindung dari panas matahari dan hujan, tidak aka nada burung pelatuk yang
akan mematuk batu karang ini, dan tikus-tikus tidak akan mampu menggali lubang
menembus ke batu ini.
Siput pun dapat beristirahat dengan tenang, tetapi ketika air laut pasang
dan naik sampai ke atas batu karang, siput ikut tersapu bersama dengan ombak.
Sekali lagi siput harus pergi mencari rumah baru. Ketika berjalan meninggalkan
pantai, siput menemukan sebuah cangkang kosong, bentuknya cantik dan sangat
ringan….
Karena lelah dan kedinginan, Siput masuk ke dalam cangkang itu , merasa
hangat dan nyaman lalu tidur bergelung di dalamnya.
Ketika pagi datang, Siput menyadari telah menemukan rumah yang terbaik
baginya. Cangkang ini sangat cocok untuknya. Aku tidak perlu lagi cepat-cepat
pulang jika hujan turun, aku tidak akan kepanasan lagi, tidak ada yang akan
menggangguku, …. aku akan membawa rumah ini bersamaku ke manapun aku pergi.
Petani yang Baik Hati
Di suatu desa, hiduplah seorang petani yang sudah tua. Petani ini hidup
seorang diri dan sangat miskin, pakaiannya penuh dengan tambalan dan rumahnya
terbuat dari gubuk kayu. Musim dingin sudah tiba, Pak Petani tidak punya
makanan , juga tidak mempunyai kayu bakar untuk menghangatkan diri, jadi hari
ini Pak Petani hendak pergi ke pasar untuk mencari
pekerjaan. Ketika keluar dari rumah, dilihatnya ada sebutir telur tergeletak
diatas tanah bersalju.
Dengan hati-hati dipungutnya telur tersebut dan dibawanya ke dalam rumah.
Pak Petani menyelimuti telur itu
dengan kain lusuh dan meletakkannya di dalam kardus agar tetap hangat. Setelah
itu dia pergi ke pasar untuk bekerja.
Pak Petani membuat telur itu menjadi hangat setiap hari sampai telur itu
menetas. Ternyata telur itu adalah telur Burung Camar, mungkin induknya
menjatuhkannya ketika hendak pindah ke tempat yang lebih hangat. Pak Petani
merawat Burung Camar kecil itu dengan penuh kasih sayang. Dia selalu membagi
setiap makanan yang diperolehnya dari bekerja di pasar. Ketika harus meninggalkan Burung Camar
itu sendirian, Pak Petani akan meletakkannya di dalam kardus dan menyalakan perapian
agar Burung Camar tetap hangat.
Istana Bunga
Dahulu
kala, hiduplah raja dan ratu yang kejam. Keduanya suka berfoya-foya dan
menindas rakyat miskin. Raja dan Ratu ini mempunyai putra dan putri yang baik
hati. Sifat mereka sangat berbeda dengan kedua orangtua mereka itu. Pangeran
Aji Lesmana dan Puteri Rauna selalu menolong rakyat yang kesusahan. Keduanya
suka menolong rakyatnya yang memerlukan bantuan.
Suatu
hari, Pangeran Aji Lesmana marah pada ayah bundanya, "Ayah dan Ibu
jahat. Mengapa menyusahkan orang miskin?!" Raja dan Ratu sangat marah mendengar
perkataan putra mereka itu. "Jangan
mengatur orangtua! Karena kau telah berbuat salah, aku akan menghukummu.
Pergilah dari istana ini!" usir Raja.
Pangeran Aji Lesmana tidak terkejut. Justru Puteri Rauna yang tersentak,
lalu menangis memohon kepada ayah bundamya, "Jangan, usir Kakak! Jika
Kakak harus pergi, saya pun pergi!"
Raja
dan Ratu sedang naik pitam. Mereka membiarkan Puteri Rauna pergi mengikuti
kakaknya. Mereka mengembara. Menyamar menjadi orang biasa. Mengubah nama
menjadi Kusmantoro dan Kusmantari. Mereka pun mencari guru untuk mendapat ilmu.
Mereka ingin menggunakan ilmu itu untuk menyadarkan kedua orangtua mereka. Keduanya sampai di sebuah gubug.
Rumah itu dihuni oleh seorang kakek yang sudah sangat tua. Kakek sakti itu dulu
pernah menjadi guru kakek mereka. Mereka mencoba mengetuk pintu. "Silakan masuk, Anak Muda,"
sambut kakek renta yang sudah tahu kalau mereka adalah cucu-cucu bekas
muridnya. Namun kakek itu sengaja pura-pura tak tahu. Kusmantoro mengutarakan
maksudnya, "Kami, kakak beradik yatim piatu. Kami ingin berguru pada
Panembahan."
Kakek
sakti bernama Panembahan Manraba itu tersenyum mendengar kebohongan Kusmantoro.
Namun karena kebijakannya, Panembahan Manraba menerima keduanya menjadi
muridnya. Panembahan Manraba
menurunkan ilmu-ilmu kerohanian dan kanuragan pada Kusmantoro dan Kusmantari.
Keduanya ternyata cukup berbakat. Dengan cepat mereka menguasai ilmu-ilmu yang
diajarkan. Berbulan-bulan mereka digembleng guru bijaksana dan sakti itu.
Suatu
malam Panembahan memanggil mereka berdua. "Anakku, Kusmantoro dan
Kusmantari. Untuk sementara sudah cukup kalian berguru di sini. Ilmu-ilmu
lainnya akan kuberikan setelah kalian melaksanakan satu amalan." "Amalan apa itu, Panembahan?"
tanya Kusmantari. "Besok
pagi-pagi sekali, petiklah dua kuntum melati di samping kanan gubug ini. Lalu
berangkatlah menuju istana di sebelah Barat desa ini. Berikan dua kuntum bunga
melati itu kepada Pangeran Aji Lesmana dan Puteri Rauna. Mereka ingin
menyadarkan Raja dan Ratu, kedua orang tua mereka."
Kusmantoro
dan Kusmantari terkejut. Namun keterkejutan mereka disimpan rapat rapat. Mereka
tak ingin penyamaran mereka terbuka "Dua kuntum melati itu berkhasiat
menyadarkan Raja dan Ratu dari perbuatan buruk mereka. Namun syaratnya, dua
kuntum melati itu hanya berkhasiat jika disertai kejujuran hati," pesan
Panembahan Manraba.
Ketika
menjelang tidur malam, Kusmantoro dan Kusmantari resah. Keduanya memikirkan
pesan Panembahan. Apakah mereka harus berterus terang kalau mereka adalah
Pangeran Aji Lesmana dan Puteri Rauna? Jika tidak berterus terang, berarti
mereka berbohong, tidak jujur. Padahal kuntum melati hanya berkhasiat bila
disertai dengan kejujuran.
Akhirnya,
pagi-pagi sekali mereka menghadap Panembahan.
"Kami berdua mohon maaf, Panembahan. Kami bersalah karena tidak jujur
kepada Panembahan selama ini."
Saya mengerti, Anak-anakku. Saya sudah tahu kalian berdua adalah Pangeran Aji Lesmana dan Puteri Rauna. Pulanglah. Ayah Bundamu menunggu di istana."
Saya mengerti, Anak-anakku. Saya sudah tahu kalian berdua adalah Pangeran Aji Lesmana dan Puteri Rauna. Pulanglah. Ayah Bundamu menunggu di istana."
Setelah
mohon pamit dan doa restu, Pangeran Aji Lesmana dan Puteri Rauna berangkat
menuju ke istana. Setibanya di istana, ternyata Ayah Bunda mereka sedang sakit.
Mereka segera memeluk kedua orang tua mereka yang berbaring lemah itu.
Puteri
Rauna lalu meracik dua kuntum melati pemberian Panembahan. Kemudian diberikan
pada ayah ibu mereka. Ajaib! Seketika sembuhlah Raja dan Ratu. Sifat mereka pun
berubah. Pangeran dan Puteri Rauna sangat bahagia. Mereka meminta bibit melati
ajaib itu pada Panembahan. Dan menanamnya di taman mereka. Sehingga istana
mereka dikenal dengan nama Istana Bunga. Istana yang dipenuhi kelembutan hati
dan kebahagiaan.
Bukit Merah
Dulu,
Singapura pernah direpotkan oleh ikan todak. Ikan bermoncong panjang dan tajam
itu suka menyerang penduduk. Tak terhitung berapa banyak penduduk yang
luka-luka dan mati akibat serangan ikan ganas itu.
Raja
kemudian memerintahkan penglima perangnya untuk menaklukkan ikan-ikan jahat
itu. Maka, dipersiapkanlah sepasukan prajurit untuk membunuh ikan itu. Akan
tetapi, hampir semua prajurit itu mati di moncong Todak. Raja bingung bagaimana
menundukkan ikan itu.
Di
tengah kebingungannya, Raja didatangi seorang anak kecil.
“Mohon
ampun, Paduka yang Mulia, bolehkah hamba mengatakan sesuatu tentang ikan-ikan
itu?”
“Katakanlah!”
“Ikan-ikan
itu hanya bisa ditaklukkan dengan pagar pohon pisang.”
“Apa
maksudmu?”
Yang
dimaksud anak kecil itu adalah pagar yang terbuat dari batang pohon pisang.
Pohon-pohon itu ditebang, dijajarkan, kemudian direkatkan dengan cara ditusuk
dengan bambo antara yang satu dan lainnya hingga menyerupai pagar. Pagar itu
kemudian ditaruh di pinggir pantai, tempat ikan-ikan itu biasa menyerang
penduduk.
Raja
kemudian memerintahkan Panglima untuk membuat apa yang dilkatakan anak kecil
itu. Diam-diam Panglima mengakui kepintaran si anak. Diam-diam pula dia
membenci anak kecil itu. Gagasan si anak membuat Panglima merasa bodoh di
hadapan Raja.
“Seharusnya
akulah yang mempunyai gagasan itu. Bukankah aku panglima perang tertinggi? Masak
aku kalah oleh anaka kecil,” katanya dalam hati.
Keesokan
harinya, selesailah pagar pohon pisang itu. Pagar itu lalu ditaruh di tepi
pantai sebagaimana yang dikatakana si anak kecil.
Ternyata
benar. Ikan-ikan yang menyerang pagar pohon pisang itu tak bisa menarik kembali
moncongnya. Mereka mengelepar-gelepar sekuat tenaga, tetapi sia-sia. Moncong
mereka yang panjang dan tajam itu menancap kuat dan dalam pada batang pohon
pisang yang lunak itu. Akhirnya, dengan mudah penduduk dapat membunuh ikan-ikan
jahat itu.
Si anak pun diberi hadiah oleh Raja.
“Terima
kasih. Kau sungguh-sungguh anak yang pintar,” puji Raja.
Orang-orang
bersuka cita.
Akan
tetapi, panglima perang yang iri dan kesal karena merasa tampak bodoh di
hadapan Raja itu menghasut Raja.
“Baginda,
anak kecil yang cerdas itu tampaknya bisa menjadi ancaman jika dia besar
nanti.”
“Maksudmu?”
“Siapa
tahu, setelah besar nanti, dengan kepintarannya dia berhasrat merebut tahta
Paduka.”
Raja
terhasut. Ia lalu memerintahkan Sang Panglima untuk menyingkirkan anak itu.
Sang
Panglima mendatangi rumah anak kecil itu dan dengan licik membunuh anak tak
berdosa itu. Anehnya, darah si anak mengalir deras dan membasahi seluruh tanah
bukit tempat anak itu tinggal. Seluruh bukit menjadi merah. Orang-orang lalu
menyebut tempat itu Bukit Merah.
Pulau Hantu
Tersebutlah
dua orang jagoan yang selalu ingin menunjukkan dirinya lebih jago dari yang
lain. Pada suatu hari, mereka bertemu di perairan sebelah selatan
Singapura.
Tanpa
ba atau bu, mereka langsung saling menyerang. Mereka bertarung lama sekali
hingga tubuh mereka bersimbah darah. Karena sama-sama kuat, tak ada tanda-tanda
siapa yang akan kalah.
Jin
Laut tidak suka dengan pertarungan itu karena darah mereka mengotori laut. Jin
Laut lalu menjungkirbalikkan perahu mereka. Maksudnya agar mereka berhenti
bertarung. Ternyata, mereka tetap bertarung. Dengan kesaktiannya masing-masing,
mereka bertarung di atas air.
“Hei,
aku perintahkan kalian berhenti beratarung! Ini wilayah kekuasaanku. Kalau
tidak…”
Bukannya
berhenti, kedua jagoan itu malah bertempur lebih seru. Dengan isyarat tangan,
mereka bahkan seperti mengejek Jin Laut.
Jin
Laut marah. Dia menyemburkan air ke wajah kedua jagoan itu sehingga pandangan
mereka terhalang. Karena tak dapat melihat dengan jelas, kedua jagoan itu
bertempur secara membabi-buta. Mereka mengayunkan pedang ke sana-kemari
sekehendajk hati sampai akhirnya bersarang di tubuh lawan masing-masing. Kedua
jagoan itu pun menemui ajalnya.
Para
dewa di kayangan mura karena Jin Laut turut campur urusan manusia. Mereka
memperingatkan Jin Laut untuk tidak lagi ikut campur urusan manusia. Jin Laut
mengaku salah dan mencoba menebus dosa dengan membuatkan tempat khusus agar roh
kedua jagoan itu dapat bersemayam dengan tenang. Jin Laut menyulap sampan yang
ditumpangi kedua jagoan itu menjadi pulau tempat bersemayam roh mereka.
Orang-orang kemudian menyebut pulau itu sebagai Pulau Hantu.
Anak Katak yang Sombong dan Anak Lembu
Di tengah padang
rumput yang sangat luas, terdapat sebuah kolam yang dihuni oleh berpuluh-puluh
katak. Diantara katak-katak tersebut ada satu anak katak yang bernama Kenthus,
dia adalah anak katak yang paling besar dan kuat. Karena kelebihannya itu,
Kenthus menjadi sangat sombong. Dia merasa kalau tidak ada anak katak lainnya
yang dapat mengalahkannya.
Sebenarnya kakak Kenthus sudah sering
menasehati agar Kentus tidak bersikap sombong pada teman-temannya yang lain.
Tetapi nasehat kakaknya tersebut tidak pernah dihiraukannya. Hal ini yang
menyebabkan teman-temannya mulai menghindarinya, hingga Kenthus tidak mempunyai
teman bermain lagi.
Pada suatu pagi, Kenthus berlatih
melompat di padang rumput. Ketika itu juga ada seekor anak lembu yang sedang
bermain di situ. Sesekali, anak lembu itu mendekati ibunya untuk menyedot susu.
Anak lembu itu gembira sekali, dia berlari-lari sambil sesekali menyenggok
rumput yang segar. Secara tidak sengaja, lidah anak sapi yang dijulurkan
terkena tubuh si Kenthus.
"Huh, berani makhluk ini mengusikku,"
kata Kenthus dengan perasaan marah sambil coba menjauhi anak lembu itu.
Sebenarnya anak lembu itu pula tidak berniat untuk mengganggunya. Kebetulan
pergerakannya sama dengan Kenthus sehingga menyebabkan Khentus menjadi cemas
dan melompat dengan segera untuk menyelamatkan diri.
Sambil terengah-engah, Kenthus sampai
di tepi kolam. Melihat Kenthus yang kelihatan sangat capek, kawan-kawannya
nampak sangat heran. "Hai Khentus, mengapa kamu terengah-engah, mukamu
juga kelihatan sangat pucat sekali,” Tanya teman-temannya.
"Tidak ada apa-apa. Aku hanya
cemas saja. Lihatlah di tengah padang rumput itu. Aku tidak tahu makhluk apa
itu, tetapi makhluk itu sangat sombong. Makhluk itu hendak menelan aku."
Kata Kenthus..
Kakaknya yang baru tiba di situ menjelaskan.
" Makhluk itu anak lembu. sepengetahuan kakak, anak lembu tidak jahat.
Mereka memang biasa dilepaskan di padang rumput ini setiap pagi."
"Tidak jahat? Kenapa kakak bias
bilang seperti itu? Saya hampir-hampir ditelannya tadi," kata Kenthus.
"Ah, tidak mungkin. Lembu tidak makan katak atau ikan tetapi hanya
rumput." Jelas kakaknya lagi.
"Saya tidak percaya kakak. Tadi,
aku dikejarnnya dan hampir ditendang olehnya." Celah Kenthus. "Wahai
kawan-kawan, aku sebenarnya bisa melawannya dengan mengembungkan diriku,"
Kata Kenthus dengan bangga.
" Lawan saja Kenthus! Kamu tentu
menang," teriak anak-anak katak beramai-ramai.
"Sudahlah Kenthus. Kamu tidak akan
dapat menandingi lembu itu. Perbuatan kamu berbahaya. Hentikan!" kata
Kakak Kenthus berulang kali tetapi Kenthus tidak mempedulikan nasehat kakaknya.
Kenthus terus mengembungkan dirinya, karena dorongan dari teman-temannya.
Sebenarnya, mereka sengaja hendak memberi pelajaran pada Kenthus yang sombong
itu.
"Sedikit lagi Kenthus.
Teruskan!" Begitulah yang diteriakkan oleh kawan-kawan Kenthus. Setelah
perut Kenthus menggembung dengan sangat besar, tiba-tiba Kenthus jatuh lemas.
Perutnya sangat sakit dan perlahan-lahan dikempiskannya. Melihat keadaan
adiknya yang lemas, kakak Kenthus lalu membantu.
Mujurlah Kenthus tidak apa-apa. Dia
sembuh seperti sedia kala tetapi sikapnya telah banyak berubah. Dia malu dan
kesal dengan sikapnya yang sombong.
Si Kancil dan Siput
Pada
suatu hari si kancil nampak ngantuk sekali. Matanya serasa berat sekali untuk
dibuka. “Aaa....rrrrgh”, si kancil nampak sesekali menguap. Karena hari itu
cukup cerah, si kancil merasa rugi jika menyia-nyiakannya. Ia mulai
berjalan-jalan menelusuri hutan untuk mengusir rasa kantuknya. Sampai di atas
sebuah bukit, si Kancil berteriak dengan sombongnya, “Wahai penduduk hutan,
akulah hewan yang paling cerdas, cerdik dan pintar di hutan ini. Tidak ada yang
bisa menandingi kecerdasan dan kepintaranku”.
Sambil
membusungkan dadanya, si Kancil pun mulai berjalan menuruni bukit. Ketika
sampai di sungai, ia bertemu dengan seekor siput. “Hai kancil !”, sapa si
siput. “Kenapa kamu teriak-teriak? Apakah kamu sedang bergembira?”, tanya si
siput. “Tidak, aku hanya ingin memberitahukan pada semua penghuni hutan kalau
aku ini hewan yang paling cerdas, cerdik dan pintar”, jawab si kancil dengan
sombongnya.
“Sombong
sekali kamu Kancil, akulah hewan yang paling cerdik di hutan ini”, kata si
Siput. “Hahahaha......., mana mungkin” ledek Kancil. “Untuk membuktikannya,
bagaimana kalau besok pagi kita lomba lari?”, tantang si Siput. “Baiklah, aku
terima tantanganmu”, jawab si Kancil. Akhirnya mereka berdua setuju untuk
mengadakan perlombaan lari besok pagi.
Setelah
si Kancil pergi, si siput segera mengumpulkan teman-temannya. Ia meminta tolong
agar teman-temannya berbaris dan bersembunyi di jalur perlombaan, dan menjawab
kalau si kancil memanggil.
Akhirnya
hari yang dinanti sudah tiba, kancil dan siput pun sudah siap untuk lomba lari.
“Apakah kau sudah siap untuk berlomba lari denganku”, tanya si kancil. “Tentu
saja sudah, dan aku pasti menang”, jawab si siput. Kemudian si siput
mempersilahkan kancil untuk berlari dahulu dan memanggilnya untuk memastikan
sudah sampai mana si siput.
Kancil
berjalan dengan santai, dan merasa yakin kalau dia akan menang. Setelah
beberapa langkah, si kancil mencoba untuk memanggil si siput. “Siput....sudah
sampai mana kamu?”, teriak si kancil. “Aku ada di depanmu!”, teriak si siput.
Kancil terheran-heran, dan segera mempercepat langkahnya. Kemudian ia memanggil
si siput lagi, dan si siput menjawab dengan kata yang sama.”Aku ada didepanmu!”
Akhirnya
si kancil berlari, tetapi tiap ia panggil si siput, ia selalu muncul dan
berkata kalau dia ada depan kancil. Keringatnya bercucuran, kakinya terasa
lemas dan nafasnya tersengal-sengal.
Kancil
berlari terus, sampai akhirnya dia melihat garis finish. Wajah kancil sangat
gembira sekali, karena waktu dia memanggil siput, sudah tidak ada jawaban lagi.
Kancil merasa bahwa dialah pemenang dari perlombaan lari itu.
Betapa
terkejutnya si kancil, karena dia melihat si siput sudah duduk di batu dekat
garis finish. “Hai kancil, kenapa kamu lama sekali? Aku sudah sampai dari
tadi!”, teriak si siput. Dengan menundukkan kepala, si kancil menghampiri si
siput dan mengakui kekalahannya. “Makanya jangan sombong, kamu memang cerdik
dan pandai, tetapi kamu bukanlah yang terpandai dan cerdik”, kata si siput.
“Iya, maafkan aku siput, aku tidak akan sombong lagi”, kata si kancil.
Raja Telinga Keledai
Raja
Zanas memerintah dengan sewenang-wenang. Kegemarannya menumpuk harta sebanyak
mungkin yang diperolehnya dari pajak rakyatnya. Raja Zanas selain tamak juga
seorang raja yang sangat kikir. Rakyat yang hidup sengsara tidak sekalipun
pernah dipikirkannya. Anehnya raja yang zalim itu mempunyai kegemaran mendengarkan
musik.
Padahal
kata orang-orang bijak musik dapat memperhalus perasaan. Oleh karena itu yang
menyukainya akan mempunyai perasaan yang lembut tetapi cerdas. Salah satu
kegemaran Raja Zanas adalah mendengarkan tiupan suling. Kebetulan di negerinya
ada seorang peniup seruling yang sangat pandai bernama Tarajan.
Raja
Zanas sangat memanjakan Tarajan dan kerap mengirim peniup seruling itu ke
seluruh penjuru negeri bahkan ke luar kerajaannya untuk berlomba. Tarajan
selalu jadi juara pertama dan memperoleh hadiah-hadiah yang menggiurkan. Sayang
karena hal itu Tarajan jadi sombong dan congkak. Karena sombongnya Tarajan
mengaku dapat mengalahkan Dewa Apolo. Seorang Dewa bangsa Yunani yang sangat
menguasai seni musik.
Tarajan
mengusulkan pada Raja Zanas agar ia dipertandingkan dengan Apolo. Usul itu
diterima dengan baik bahkan raja merasa bangga jika Tarajan dapat mengalahkan
pemain musik dari kerajaan langit itu. Dewa Apolo yang mendengar tantangan itu
menyanggupi. Justru Dewa itu ingin memberi pelajaran pada Tarajan dan Raja
Zanas yang berkelakuan tidak lazim.
“Seandainya
aku kalah biarlah aku mengabdi pada Raja Zanas seumur hidupku. Tetapi andaikan
aku yang menang aku minta separuh kerajaanmu dan kuserahkan pada rakyatmu” kata
Dewa Apolo. Raja Zanas dan Tarajan setuju. Mereka begitu yakin dapat
mengalahkan Apolo yang tampak masih sangat muda itu.
Pada
hari yang telah ditentukan pertandingan dimulai. Seluruh rakyat tumpah ruah ke
halaman Istana. Sedangkan Dewa Zeus sebagai penguasa seluruh khayangan ikut
menyaksikan tanpa seorang pun yang tahu. Sebagai penantang Tarajan dipersilakan
meniup seruling terlebih dahulu. Dengan pongah Tarajan naik ke atas podium lalu
segera meniup serulingnya. Seruling emas berbalut intan permata milik Tarajan
segera mengumandangkan lagu-lagi yang sangat merdu. Naik turun seperti ombak.
Lembut seperti angin pesisir. Bergolak seperti ombak menerjang karang.
Semua
yang mendengarkan bagaikan tersihir. Begitu hebatnya tiupan seruling Tarajan.
Raja Zanas tertawa terbahak-bahak dan yakin sekali peniup serulingnya akan
keluar jadi pemenang. Tetapi Dewa Apolo tenang. Diam bagaikan patung, tetapi
bibirnya tersenyum. Pertanda kagum juga pada permainan seruling Tarajan. Dan
ketika usai sorak ssorai seperti membelah angkasa. Tarajan berdiri berkacak pinggang
dengan wajah sangat pongah.
Ketika
giliran Dewa Apolo, Dewa kesenian itu mengangkat serulingnya dengan cantik
sekali. Lembut bagaikan menimang bayi suci. Dan ketika bibirnya mulai meniupkan
sebuah lagu, langit berpendar-pendar antara siang dan malam. Rakyat yang
menonton terhanyut dalam irama yang luar biasa indah. Dengan mata terpejam
semua menari dengan lembut sekali. Mereka pun menyanyi sebuah lagu kedamaian
yang sekonyong saja mampu dinyanyikan. Rakyat yang jumlahnya tidak terhitung
itu larut dalam lagu-lagu dan irama yang sebelumnya tidak pernah mereka
dengarkan tetapi sangat merdu mendayu-dayu.
Akhirnya
Dewa Zeus yang menampakkan diri menyatakan Apolo sebagai pemenangnya. Dan
meminta Raja Zanas seger memberikan separuh kerajaannya pada rakyatnya. Tetapi
raja kikir itu menolakk hingga membuat Dewa Zeus marah. “Selama kau tidak
memberikan pada rakyat apa yang telah kau janjikan, maka telingamu akan
membesar setiap hari.” Kata Dewa Zeus.
Memang
benar. Telinga Raja Zanas tiap hari semakin besar hingga sangat berat dan
membuatnya tidak bisa berdiri apalagi berjalan. Jadilah ia raja bertelinga
keledai. Akhirnya Raja Zanas menyerahkan separuh kerajaannya pada rakyatnya.
Dan berjanji tidak lagi kikir dan tamak. Dewa Zeuslah saksi dari ucapannya.
Dongeng asal mula duabelas shio binatang
Pada
zaman dahulu kala, hiduplah seorang dewa. Pada tanggal 31 Desember pagi sebelum
tahun baru, Sang Dewa menulis surat kepada binatang2 diseluruh negeri. Angin
lalu menyebarkan surat-surat itu ke seluruh negeri.
Dalam sekejap, para
binatang menerima surat2 itu, yang isinya seperti ini:
"Besok
pagi di Tahun Baru, aku akan memilih binatang yang paling dahulu datang kesini,
dari nomor satu sampai dengan nomor duabelas. Lalu, setiap tahun aku akan
mengangkat satu-persatu dari mereka sebagai Jenderal berdasarkan urutan".
Tertanda, Dewa.
Para bintang sangat
bersemangat dan tertarik dengan hal itu. Mereka sangat ingin menjadi Jenderal.
Tetapi, ada seekor binatang yang tidak membaca surat semacam ini, yaitu Kucing
yang suka bersantai dan tidur. Ia hanya mendengar berita ini dari Tikus. Tikus
yang licik menipunya dan memberitahu bahwa mereka harus berkumpul di tempat
Dewa lusa tanggal 2 Januari, padahal seharusnya mereka berkumpul besok pagi
tanggal 1 Januari.
Semua binatang bersemangat
dan memikirkan tentang kemenangan, dan mereka semua tidur cepat. Hanya Sapi
yang langsung berangkat malam itu juga, karena ia sadar bahwa ia hanya dapat
berjalan lambat. Tikus yang licik melihatnya lalu meloncat dan menumpang di
punggung Sapi, tapi Sapi tidak menyadari hal itu.
Pagi harinya, saat
hari masih gelap, Anjing, Monyet, Babi Hutan, Harimau, Naga, Ular, Kelinci,
Ayam, Domba dan Kuda semuanya berangkat berlari menuju ketempat Sang Dewa.
Saat matahari mulai
terbit, yang pertama kali sampai di tampat tinggal Dewa adalah...Sapi. Tapi
kemudian Tikus melompat kedepan dan mendarat tepat dihadapan Dewa. Maka Tikus
pun menjadi yang pertama.
Selamat Tahun Baru
Dewa...kata Tikus kepada Dewa.
Sapi pun menangis
karena kecewa menjadi urutan ke dua.
Di belakang mereka,
tibalah Harimau, Kelinci, Naga, Ular, Kuda, Domba, Monyet, Ayam, Anjing dan
Babi Hutan datang berurutan. Dengan demikian mereka ditetapkan sebagai pemenang
satu sampai dengan duabelas sesuai dengan urutan kedatangannya.
Duabelas
ekor binatang ini kemudian disebut dengan 12 Shio Bintang.
Para binatang itu
merayakan kemenangan dan berpesta pora sambil mengelilingi Sang Dewa. Lalu,
kucing datang dengan wajah yang sangat marah. Ia mencari Tikus yang telah
menipunya sehingga ia datang terlambat. Kucing pun berlari mengejar Tikus
kesana kemari.
Sejak itu mulailah era
Duabelas Shio Binatang, dimulai dari yang pertama tahun Tikus, lalu Sapi,
kemudian Harimau, Kelinci, Naga, Ular, Kuda, Domba, Monyet, Ayam, Anjing dan
Babi Hutan.
Kucing yang tidak
berhasil masuk kedalam Dua belas Shio Binatang sampai sekarang masih mengejar
Tikus kesana kemari karena telah ditipu.
Akhir Riwayat Sang Lutung
Seekor lutung (kera hitam) berjalan terseok-seok di pasir.
Akibat jatuh dari pohon, tubuhnya menjadi lemah tak bertenaga. Ia lapar sekali,
sementara hutan masih jauh. Dengan memaksa diri, ia tiba di tepi muara sungai.
Ia minum dengan rakusnya. “Kenapa kamu pucat lutung? Kamu sakit payah?” tegur
seekor ayam hutan besar yang mematuk-matuk udang di tepi muara. “Ya, tolong
terbangkan aku ke hutan di seberang muara ini,” pinta lutung. Ayam hutan merasa
iba dan setuju, ia terbang membawa lutung yang berpegangan erat di kakinya.
Sesampainya di hutan, lutung tak mau melepaskan kaki ayam
hutan. Ia bahkan mencabuti semua bulu ayam hutan yang berwarna kuning keemasan
itu. Sang ayam hutan pingsan karena kesakitan. Dia sudah mati, pikir lutung.
Kemudian bangkai ayam hutan disembunyikannya di dalam semak belukar, sementara
ia pergi mencari api di dalam hutan.
Sang Ayam Hutan kemudian sadar. Dia menangis tersedu-sedu
sebab kehilangan semua bulunya. “He, kenapa badanmu, siapa yang telah mencabuti
bulu-bulumu?” tanya seekor sapi dengan heran. Ayam hutan menceritakan semua
pengalamannya. Alangkah marahnya sapi terhadap perlakuan si lutung. “Kurang
ajar!” Biarlah kuberi pelajaran lutung itu. Sembunyilah kau di tempat lain,”
ujar sapi. Ayam hutan menurutinya. Ketika lutung datang membawa obor dan
menanyakan di mana ayam hutan, sampi membohonginya. “Ayam hutan itu rupanya
belum mati, ia berenang ke tengah laut,” kata sapi. Lutung meminta sapi
mengantarnya ke gundukan batu karang di tengah laut, di mana ia mengira si ayam
hutan bersembunyi. Dengan ramah sapi bersedia mengantarnya. Tanpa pikir panjang
lutung naik ke punggung sapi yang kemudian berenang ke gundukan batu karang di
tengah laut. Akan tetapi, setelah lutung loncat ke gundukan batu karan gitu,
segera sapi meninggalkannya. “Semoga kau mampus disergap ikan gurita” ujar
sapi. Lutung duduk di puncak batu karang dan menangis. “Mengapa kamu menangis?”
tegur seekor penyu. “Aku heran, bagaimana kau dapat ke sini.” Aku naik sampan,
kemudian sampanku terbalik dan aku terdampar disini,” jawab lutung berbohong.
Karena kasihan, penyu mengantarkan lutung ke pantai. Lutung naik ke punggung penyu.
“Bagaimana kau dapat berenang dengan cepat?” tanya lutung.
“Dengan kayuhan kaki-kakiku,” jawab penyu tanpa curiga. Ketika di pantai,
lutung ingin melihat kaki penyu. Penyu setuju dan segera tubuhnya dibalikkan
oleh lutung. Ternyata lutung segera meninggalkan penyu dalam keadaan terbalik.
Ia bermaksud mencari harimau, karena hanya harimaulah yang dapat mengeluarkan
daging penyu dari kulitnya yang keras itu.
Penyu menangis dan berteriak-teriak minta tolong. “Mengapa
kamu?” tanya seekor tikus yang mendekat. Penyu lalu menceritakan pengalamannya.
Tikus pun mejadi sangat marah terhadap lutung yang tak tahu membalas budi itu.
Ia bersama tikus-tikus lain menggali pasir di bawah badan penyu, dengan harapan
apabila air pasang naik penyu dapat membalikkan tubuhnya dengan mudah.
Sementara menunggu kedatangan lutung, tikus-tikus itu menutupi tubuh penyu
dengan tubuh mereka sendiri. Dan menari-nari sambil bersayir : “Mari kita ikut
gembira ria … bersama sang lutung yang jenaka … yang berhasil menipu Raja Rimba
… yang mengira betul ada penyu, padahala hanya kita yang ada…” Lutung yang
datang bersama harimau sangan heran, dimanakah penyu? Mendengar syair
tikus-tikus, harimau pun menjadi marah karena merasa ditipu. “Mana penyu yang
kau katakan itu?” geramnya. Kemudian lutung itu diterkam oleh sang Harimau,
dibawa lari kedalam hutan.
Dahulu
kala, di kota Persia, seorang Ibu tinggal dengan anak laki-lakinya yang bernama
Aladin. Suatu hari datanglah seorang laki-laki mendekati Aladin yang sedang
bermain. Kemudian laki-laki itu mengakui Aladin sebagai keponakannya. Laki-laki
itu mengajak Aladin pergi ke luar kota dengan seizin ibu Aladin untuk
membantunya. Jalan yang ditempuh sangat jauh. Aladin mengeluh kecapaian kepada
pamannya tetapi ia malah dibentak dan disuruh untuk mencari kayu bakar, kalau
tidak mau Aladin akan dibunuhnya. Aladin akhirnya sadar bahwa laki-laki itu
bukan pamannya melainkan seorang penyihir. Laki-laki penyihir itu kemudian
menyalakan api dengan kayu bakar dan mulai mengucapkan mantera. “Kraak…”
tiba-tiba tanah menjadi berlubang seperti gua.
Dalam
lubang gua itu terdapat tangga sampai ke dasarnya. “Ayo turun! Ambilkan aku
lampu antik di dasar gua itu”, seru si penyihir. “Tidak, aku takut turun ke
sana”, jawab Aladin. Penyihir itu kemudian mengeluarkan sebuah cincin dan
memberikannya kepada Aladin. “Ini adalah cincin ajaib, cincin ini akan
melindungimu”, kata si penyihir. Akhirnya Aladin menuruni tangga itu dengan
perasaan takut. Setelah sampai di dasar ia menemukan pohon-pohon berbuah
permata. Setelah buah permata dan lampu yang ada di situ dibawanya, ia segera
menaiki tangga kembali. Tetapi, pintu lubang sudah tertutup sebagian. “Cepat
berikan lampunya !”, seru penyihir. “Tidak ! Lampu ini akan kuberikan setelah
aku keluar”, jawab Aladin. Setelah berdebat, si penyihir menjadi tidak sabar
dan akhirnya “Brak!” pintu lubang ditutup oleh si penyihir lalu meninggalkan
Aladin terkurung di dalam lubang bawah tanah. Aladin menjadi sedih, dan duduk
termenung. “Aku lapar, Aku ingin bertemu ibu, Tuhan, tolonglah aku !”, ucap
Aladin.
Aladin
merapatkan kedua tangannya dan mengusap jari-jarinya. Tiba-tiba, sekelilingnya
menjadi merah dan asap membumbung. Bersamaan dengan itu muncul seorang raksasa.
Aladin sangat ketakutan. “Maafkan saya, karena telah mengagetkan Tuan”, saya
adalah peri cincin kata raksasa itu. “Oh, kalau begitu bawalah aku pulang
kerumah.” “Baik Tuan, naiklah kepunggungku, kita akan segera pergi dari sini”,
ujar peri cincin. Dalam waktu singkat, Aladin sudah sampai di depan rumahnya.
“Kalau tuan memerlukan saya panggillah dengan menggosok cincin Tuan.”
Aladin
menceritakan semua hal yang di alaminya kepada ibunya. “Mengapa penyihir itu
menginginkan lampu kotor ini ya ?”, kata Ibu sambil menggosok membersihkan
lampu itu. “Syut !” Tiba-tiba asap membumbung dan muncul seorang raksasa peri
lampu. “Sebutkanlah perintah Nyonya”, kata si peri lampu. Aladin yang sudah
pernah mengalami hal seperti ini memberi perintah,”kami lapar, tolong siapkan
makanan untuk kami”. Dalam waktu singkat peri Lampu membawa makanan yang
lezat-lezat kemudian menyuguhkannya. “Jika ada yang diinginkan lagi, panggil
saja saya dengan menggosok lampu itu”, kata si peri lampu.
Demikian
hari, bulan, tahunpun berganti, Aladin hidup bahagia dengan ibunya. Aladin
sekarang sudah menjadi seorang pemuda. Suatu hari lewat seorang Putri Raja di
depan rumahnya. Ia sangat terpesona dan merasa jatuh cinta kepada Putri Cantik
itu. Aladin lalu menceritakan keinginannya kepada ibunya untuk memperistri
putri raja. “Tenang Aladin, Ibu akan mengusahakannya”. Ibu pergi ke istana raja
dengan membawa permata-permata kepunyaan Aladin. “Baginda, ini adalah hadiah
untuk Baginda dari anak laki-lakiku.” Raja amat senang. “Wah…, anakmu pasti
seorang pangeran yang tampan, besok aku akan datang ke Istana kalian dengan
membawa serta putriku”.
Setelah
tiba di rumah Ibu segera menggosok lampu dan meminta peri lampu untuk
membawakan sebuah istana. Aladin dan ibunya menunggu di atas bukit. Tak lama
kemudian peri lampu datang dengan Istana megah di punggungnya. “Tuan, ini
Istananya”. Esok hari sang Raja dan putrinya datang berkunjung ke Istana Aladin
yang sangat megah. “Maukah engkau menjadikan anakku sebagai istrimu ?”, Tanya
sang Raja. Aladin sangat gembira mendengarnya. Lalu mereka berdua melaksanakan
pesta pernikahan.
Nun
jauh disana, si penyihir ternyata melihat semua kejadian itu melalui bola
kristalnya. Ia lalu pergi ke tempat Aladin dan pura-pura menjadi seorang
penjual lampu di depan Istana Aladin. Ia berteriak-teriak, “tukarkan lampu lama
anda dengan lampu baru !”. Sang permaisuri yang melihat lampu ajaib Aladin yang
usang segera keluar dan menukarkannya dengan lampu baru. Segera si penyihir
menggosok lampu itu dan memerintahkan peri lampu memboyong istana beserta
isinya dan istri Aladin ke rumahnya.
Ketika
Aladin pulang dari berkeliling, ia sangat terkejut. Lalu memanggil peri cincin
dan bertanya kepadanya apa yang telah terjadi. “Kalau begitu tolong kembalikan
lagi semuanya kepadaku”, seru Aladin. “Maaf Tuan, tenaga saya tidaklah sebesar
peri lampu,” ujar peri cincin. “Baik kalau begitu aku yang akan mengambilnya.
Tolong Antarkan kau kesana”, seru Aladin. Sesampainya di Istana, Aladin
menyelinap masuk mencari kamar tempat sang Putri dikurung. “Penyihir itu sedang
tidur karena kebanyakan minum bir”, ujar sang Putri. “Baik, jangan kuatir aku
akan mengambil kembali lampu ajaib itu, kita nanti akan menang”, jawab Aladin.
Aladin
mengendap mendekati penyihir yang sedang tidur. Ternyata lampu ajaib menyembul
dari kantungnya. Aladin kemudian mengambilnya dan segera menggosoknya.
“Singkirkan penjahat ini”, seru Aladin kepada peri lampu. Penyihir terbangun,
lalu menyerang Aladin. Tetapi peri lampu langsung membanting penyihir itu
hingga tewas. “Terima kasih peri lampu, bawalah kami dan Istana ini kembali ke
Persia”. Sesampainya di Persia Aladin hidup bahagia. Ia mempergunakan sihir
dari peri lampu untuk membantu orang-orang miskin dan kesusahan.
Suatu
hari ketika Imam Abu Hanifah sedang berjalan-jalan melalui sebuah rumah yang
jendelanya masih terbuka, terdengar oleh beliau suara orang yang mengeluh dan
menangis tersedu-sedu. Keluhannya mengandungi kata-kata, "Aduhai, alangkah
malangnya nasibku ini, agaknya tiada seorang pun yang lebih malang dari nasibku
yang celaka ini. Sejak dari pagi lagi belum datang sesuap nasi atau makanan pun
di kerongkongku sehingga seluruh badanku menjadi lemah longlai. Oh, manakah
hati yang belas ikhsan yang sudi memberi curahan air walaupun setitik."
Mendengar keluhan itu, Abu Hanifah berasa kasihan lalu beliau pun balik ke
rumahnya dan mengambil bungkusan hendak diberikan kepada orang itu. Sebaik saja
dia sampai ke rumah orang itu, dia terus melemparkan bungkusan yang berisi wang
kepada si malang tadi lalu meneruskan perjalanannya. Dalam pada itu, si malang
berasa terkejut setelah mendapati sebuah bungkusan yang tidak diketahui dari
mana datangnya, lantas beliau tergesa-gesa membukanya. Setelah dibuka, nyatalah
bungkusan itu berisi wang dan secebis kertas yang bertulis, " Hai manusia,
sungguh tidak wajar kamu mengeluh sedemikian itu, kamu tidak pernah atau perlu
mengeluh diperuntungkan nasibmu. Ingatlah kepada kemurahan Allah dan cubalah
bermohon kepada-Nya dengan bersungguh-sungguh. Jangan suka berputus asa, hai
kawan, tetapi berusahalah terus."
Pada
keesokan harinya, Imam Abu Hanifah melalui lagi rumah itu dan suara keluhan itu
kedengaran lagi, "Ya Allah Tuhan Yang Maha Belas Kasihan dan Pemurah,
sudilah kiranya memberikan bungkusan lain seperti kelmarin,sekadar untuk
menyenangkan hidupku yang melarat ini. Sungguh jika Tuhan tidak beri, akan
lebih sengsaralah hidupku, wahai untung nasibku."
Mendengar keluhan itu lagi, maka Abu Hanifah pun lalu melemparkan lagi bungkusan berisi wang dan secebis kertas dari luar jendela itu, lalu dia pun meneruskan perjalanannya. Orang itu terlalu riang sebaik saja mendapat bungkusan itu. Lantas terus membukanya.
Mendengar keluhan itu lagi, maka Abu Hanifah pun lalu melemparkan lagi bungkusan berisi wang dan secebis kertas dari luar jendela itu, lalu dia pun meneruskan perjalanannya. Orang itu terlalu riang sebaik saja mendapat bungkusan itu. Lantas terus membukanya.
Seperti
dahulu juga, di dalam bungkusan itu tetap ada cebisan kertas lalu dibacanya,
"Hai kawan, bukan begitu cara bermohon, bukan demikian cara berikhtiar dan
berusaha. Perbuatan demikian 'malas' namanya. Putus asa kepada kebenaran dan
kekuasaan Allah. Sungguh tidak redha Tuhan melihat orang pemalas dan putus asa,
enggan bekerja untuk keselamatan dirinya. Jangan….jangan berbuat demikian.
Hendak senang mesti suka pada bekerja dan berusaha kerana kesenangan itu tidak
mungkin datang sendiri tanpa dicari atau diusahakan. Orang hidup tidak perlu
atau disuruh duduk diam tetapi harus bekerja dan berusaha. Allah tidak akan
perkenankan permohonan orang yang malas bekerja. Allah tidak akan mengkabulkan
doa orang yang berputus asa. Sebab itu, carilah pekerjaan yang halal untuk
kesenangan dirimu. Berikhtiarlah sedapat mungkin dengan pertolongan Allah.
Insya Allah, akan dapat juga pekerjaan itu selama kamu tidak berputus asa.
Nah…carilah segera pekerjaan, saya doakan lekas berjaya."
Sebaik
saja dia selesai membaca surat itu, dia termenung, dia insaf dan sedar akan
kemalasannya yang selama ini dia tidak suka berikhtiar dan berusaha.
Pada keesokan harinya, dia pun keluar dari rumahnya untuk mencari pekerjaan. Sejak dari hari itu, sikapnya pun berubah mengikut peraturan-peraturan hidup (Sunnah Tuhan) dan tidak lagi melupai nasihat orang yang memberikan nasihat itu. Dalam Islam tiada istilah pengangguran, istilah ini hanya digunakan oleh orang yang berakal sempit. Islam mengajar kita untuk maju ke hadapan dan bukan mengajar kita tersadai di tepi jalan.
Pada keesokan harinya, dia pun keluar dari rumahnya untuk mencari pekerjaan. Sejak dari hari itu, sikapnya pun berubah mengikut peraturan-peraturan hidup (Sunnah Tuhan) dan tidak lagi melupai nasihat orang yang memberikan nasihat itu. Dalam Islam tiada istilah pengangguran, istilah ini hanya digunakan oleh orang yang berakal sempit. Islam mengajar kita untuk maju ke hadapan dan bukan mengajar kita tersadai di tepi jalan.
Dahulu kala
disebuah lautan hiduplah seekor Ikan Hiu Sura dengan Buaya kedua binatang ini
tak pernah akur mereka selalu berkelahi saat berebut mangsa. kedua binatang ini
sama kuat, tangkas, cerdik, ganas dan rakus. Walaupun sudah sering berkelahi
tetapi tidak ada yang menang atau yang kalah di antra mereka. Akhirnya
merekapun bosan bermusuhan dan mereka mengadakan kesepakatan.
“Sepertinya
aku sudah bosan nih berantem terus badan pada pegel, gimana kalau kita membuat
perjanjian” kata Sura “Iya aku juga bosen, ya udah perjanjian apa nih”
“Kita bagi daerah kekuasaan”
“Kita bagi daerah kekuasaan”
Setelah
berdiskusi akhirnya mereka membagi daerah kekuasaan yaitu Sura berkuasa di
dalam air yaitu lautan dan Buaya berkuasa di daratan sebagai batas antara
daratan dan air yaitu tempat yang di capai air laut pada waktu pasang dan surut
dan merekapun sama-sama menyetujui kesepakatan itu. Dengan adanya kesepakatan
itu maka tidak ada lagi perkelahian antara sura dan baya keduanya sepakat untuk
menghormati wilayah masing – masing.
Pada suatu
hari karena bosan makan ikan asin Sura mencari mangsa di sungai.
“Wah ikan
asin lagi ikan asin lagi samapi darah tingi aku naik nih gara-gara makan yang
asin-asin melulu, ah coba aku mo cari makan di sungai aja ikanya gurih
slekethep moga-moga aja buaya lagi ga ada”
Agar tidak
ketahuan Buaya secara diam-diam Sura memasuki sungai yang merupaka wilayah
kekuasaan Buaya. Beberapa kali Sura tidak ketahuan tetapi pada suatu hari Buaya
memergokinya tentu saja buaya sangat marah melihat Sura melanggar perjajianya.
“Hai Sura,
mengapa engkau melanggar perjanjian yang telah kita sepakati? mengapa kamu
berani memasuki sungai yang merupakan wilayah kekuasaanku?” tanya Buaya.
Tetapi Sura
tidak merasa beralah dan tenang – tenang saja.
“Aku
melanggar kesepakatan? Bukankah sungai ini berair. Bukankah aku sudah bilang
bahwa aku adalah penguasa air. Nah bukankah sungai ini ada airnya jadi ini juga
termasuk wilayah kekuasaanku,” kata Sura
What eh salah
Apaaaaa? Sungai itukan tempatnya di darat, sedang daerah kekuasaan kamu adalah
di laut, berarti sungai adalah daerah kekuasaanku” Buaya sewot.
“Ora iso.
Akukan tidak bilang kalau di air adalah hanya air laut, tetapi juga di sungai,”
jawab Sura. “Sontoloyo, Sleketep kau mencari gara-gara, Sura?
“Tidak! kukira alasan aku cukup kuat dan aku berada di pihak yang benar.
“Kau sengaja mengakaliku. Aku tidak sebaodao yang kamu kira!” Buaya semakin marah.
“Aku tidak berduli kamu bodoh atau pintar, yang penting air sungai dan air laut adalah kekuasaanku!” Sura tetap tak mau ngalah.
“Tidak! kukira alasan aku cukup kuat dan aku berada di pihak yang benar.
“Kau sengaja mengakaliku. Aku tidak sebaodao yang kamu kira!” Buaya semakin marah.
“Aku tidak berduli kamu bodoh atau pintar, yang penting air sungai dan air laut adalah kekuasaanku!” Sura tetap tak mau ngalah.
Akhirnya
perkelahian antara Ikan hiu Sura dan buayapun terjadi lagi. Pertarungan ini
berlangsung sangat hebat dan dasyat mereka saling menerkam dan menerjang dan
dalam sekejap air disekitarnya menjadi merah oleh darah yang keluar dari luka –
luka kedua binatang itu.
Dalam
pertarungan itu buaya mendapat luka gigitan di pangkal ekornya sebelah kanan.
Selanjutnya, ekornya itupun terpaksa selalu membelok kekiri. Sementara Sura
juga tergigit ekornya hingga hampir putus lalu Sura kembali kelautan. Buaya
puas telah dapat mempertahankan daerahnya.
Pertarungan
antara Ikan Hiu yang bernama sura dan Buaya ini sangat berkesan di hati
masyarakat Surabaya. Oleh karena itu, nama Surabaya selalu di kait- kaitkan
dengan peristiwa ini. Dari peristiwa inilah kemudian dibuat lambang kota Kota
Madya Surabaya yaitu gambar Ikan Hiu Sura dan Buaya.
Namun adapula
yang berpendapat Surabaya berasal dari kata Sura dan Baya. Sura berarti jaya
atau selamat sedang Baya berarti bahaya, jadi Surabaya berarti selamat
menghadapi bahaya.
terima kasih
ReplyDeleteizin sedot
ReplyDeletekak kenapa nggak ada cerita "KIDUNG TERAKHIR SEORANG IBU"
ReplyDeletebenar
ReplyDeletebenar
ReplyDeleteizin copas untuk pengetahuan..
ReplyDeleteHalo,
ReplyDeletePerkenalkan, Nama saya Wenny
Saya adalah development dari ForexMart, Kami melihat website anda dan kami ingin mendiskusikan kerjasama kemitraan dengan Anda.
Boleh saya minta kontaknya untuk menjelaskan lebih lanjut atau anda bisa langsung menghubungi saya ke wenny@forexmart.com, terimakasih
AYOO BURUAN DOWNLOAD APLIKASI MYDRAKOR. Sudah saatnya beralih menonton streaming film drama korea di smartphone, sangat mudah dan selalu update film drama terbaru. Download sekarang juga aplikasi MYDRAKOR di googleplay secara gratis.
ReplyDeletehttps://play.google.com/store/apps/details?id=id.mydrakor.main
https://www.inflixer.com/