Saturday, October 1, 2011

1



Palang Merah Remaja

== Pendidikan dan pelatihan PMR ==
Untuk mendirikan atau menjadi anggota palang merah remaja disekolah, harus diadakan Pendidikan dan Pelatihan [[Diklat]] untuk lebih mengenal apa itu sebenarnya PMR dan sejarahnya mengapa sampai ada di Indonesia, dan pada diklat ini para peserta juga mendapatkan sertifikat dari PMI. Dan baru dianggap resmi menjadi anggota palang merah apabila sudah mengikuti seluruh kegiatan yang diadakan oleh palang merah remaja disekolah.

PMI mengeluarkan kebijakan pembinaan PMR:
# Remaja merupakan prioritas pembinaan, baik dalam keanggotaan maupun kegiatan kepalangmerahan.
# Remaja berperan penting dalam pengembangan kegiatan kepalangmerahan.
# Remaja berperan penting dalam perencanaan, pelaksanaan kegiatan dan proses pengambilan keputusan untuk kegiatan PMI.
# Remaja adalah kader relawan.
# Remaja calon pemimpin PMI masa depan.

Tujuan pembinaan dan pengembangan PMI masa depan:
# Penguatan kualitas remaja dan pembentukan karakter.
# Anggota PMR sebagai contoh dalam berperilaku hidup sehat bagi teman sebaya.
# Anggota PMR dapat memberikan motivasi bagi teman sebaya untuk berperilaku hidup sehat.
# Anggota PMR sebagai pendidik remaja sebaya.
# Anggota PMR adalah calon relawan masa depan.


== Jumbara ==
Jumbara atau Jumpa Bhakti Gembira adalah kegiatan besar organisasi PMR seperti halnya jambore pada organisasi Pramuka.Jumbara diadakan dalam setiap tingkatan. Ada jumbara tingkat kabupaten, daerah dan Jumbara Nasional. dimana pelaksanaanya disesuaikan dengan kemampuan PMI daerah yang bersangkutan.

== Tribakti PMR ==
dalam PMR ada tugas yang arus dilaksanakan, dalam PMR dikenal tri bakti yang harus diketahui, dipahami dan dilaksanakan oleh semua anggota. TRIBAKTI PMR tersebut adalah:
# Berbakti Kepada Masyarakat
# Mempertinggi Mutu Ketrampilan dan Memelihara Kebersihan Serta Kesehatan.
# Mempererat persahabatan nasional dan internasional.

== Tingkatan PMR ==
Di [[Indonesia]] dikenal ada 3 tingkatan PMR sesuai dengan jenjang pendidikan atau usianya
# PMR Mula adalah PMR dengan tingkatan setara pelajar [[Sekolah Dasar]] (10-12 tahun). Warna emblem Hijau
# PMR Madya adalah PMR dengan tingkatan setara pelajar [[Sekolah Menengah Pertama]] (12-15 tahun). Warna emblem Biru Langit
# PMR Wira adalah PMR dengan tingkatan setara pelajar [[Sekolah Menengah Atas]] (15-17 tahun). Warna emblem Kuning

== Prinsip dasar kepalangmerahan ==
Dalam PMR dikenalkan 7 Prinsip Dasar yang harus diketahui dan dilaksanakan oleh setiap anggotanya. Prinsip-prinsip ini dikenal dengan nama"7 Prinsip Dasar Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional" (''Seven Fundamental Principle of Red cross and Red Crescent'').
# Kemanusiaan
# Kesamaan
# Kenetralan
# Kemandirian
# Kesukarelaan
# Kesatuan
# Kesemestaan


PENGAMATAN TELUR IKAN LELE (Clarias gariepinus )YANG DIAWETKAN DENGAN PENDINGINAN, FORMALIN, DAN GILSON


I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pengawetan telur ikan adalah suatu cara untuk mempertahankan kualitas telur. Hal ini sangat diperlukan dalam biologi perikanan, khususnya untuk pengamatan telur berdasarkan morfologi dan diameternya, selain itu penting juga untuk pengamatan fekunditas. Dalam pengamatan fekunditas umumnya dilakukan di laboratorium dan sulit untuk melakukannya dalam waktu yang bersamaan. Telur yang akan diamati harus dalam keadaan yang segar, oleh karena itu telur yang akan diteliti harus sudah awet jika tidak bisa diamati langsung. Pengawetan dapat dilakukan terhadap ikannya secara utuh atau terhadap telurnya saja.
Mengawetkan telur bertujuan untuk mempertahankan mutu telur, bukan memperbaiki mutu. Prinsipnya mencegah penguapan kandungan air (H2O) dan karbondioksida (CO2) yang telah ada dalam telur, serta memperlambat kegiatan dan perkembangan mikroorganisme.

POLA LONGITUDINAL EKOSISTEM SUNGAI SERAYU

I.PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Pola longitudinal adalah pola memanjang dari hilir ke hulu untuk mengetahui faktor fisika kimia suatu lingkungan perairan dan mengetahui organisme yang hidup di perairan tersebut. Pola longitudinal digunakan di suatu perairan seperti sungai. Distribusi longitudinal terjadi dimana kemiringan tidak jauh berbeda dari hulu ke hilir. Daerah hulu biasanya menunjukan toleransi yang besar sampai sepanjang sungai. Perubahan longitudinal yang jelas berhubungan dengan perubahan yang sangat terlihat yaitu suhu, kecepatan arus dan pH (Odum, 1973).
Sungai adalah air yang mengalir ke satu arah. Aliran air dan gelombang secara konstan memberikan oksigen pada air. Suhu air bervariasi sesuai dengan ketinggian dan garis lintang. Komunitas organisme yang hidup di sungai berupa tumbuhan berakar kuat yang melekat pada bebatuan, ikan, kura-kura, bahkan ular. Organisme sungai dapat bertahan tidak terbawa arus karena mengalami adaptasi evolusioner, misalnya bentuk tubuh tipis dorsoventral, dapat melekat pada batu, dan memiliki kemampuan berenang. Pembukaan hutan di daerah aliran sungai yang lebih tinggi dapat mengakibatkan erosi sehingga sedimentasi meningkat. Hal ini akan meningkatkan kekeruhan air di sunagi dataran rendah dan mengakibatkan pendangkalan.
Sungai serayu merupakan salah satu sungai dari sedikit sungai di indonesia yang masih relatif terjaga kondisi habitatnya dibandingkan dengan sungai-sungai lain yang mengalir di perkotaan.
Sungai Serayu merupakan sungai terbesar yang mengalir di Karesidenan Banyumas. Lahan di sekitar DAS (Daerah Aliran Sungai) Serayu banyak dimanfaatkan oleh masyarakat, antara lain sebagai pemukiman, pertanian, perkebunan, industri dan kegiatan penambangan. Sungai Serayu juga dimanfaatkan untuk kepentingan sebagai sumber air, yang merupakan sumber utama bagi kebutuhan air baku untuk konsumsi domestik, irigasi, rekreasi, pembangkit tenaga listrik, tempat pembuangan limbah baik domestik maupun industri, transportasi, penggalian tambang golongan C (batu dan pasir), dan perikanan (keramba) oleh penduduk sekitar.
Pada sungai terdapat berbagai macam organisme yang saling bergantungan antara satu dengan yang lainnya. Diantaranya adalah bentik atau makrobentos yang merupakan bahan praktikum makrobentos yang terdapat pada sungai Serayu.


PENGGUNAAN BENTIK SEBAGAI BIOINDIKATOR


I.PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Ekosistem sungai sangat dipengaruhi oleh aktivitas manusia di daerah aliran sungai (DAS). Aktivitas manusia di Daerah Aliran Sungai sangat erat kaitannya dengan pemanfaatan air sungai di daerah pemukiman, industri, dan irigasi pertanian. Dengan demikian secara langsung atau tidak, sampah atau limbah pemukiman, industri, dan pertanian masuk ke dalam sungai. Sampah atau limbah tersebut mengakibatkan menurunnya kualitas air dan berubahnya komposisi substrat dasar sungai menyebabkan organisme yang hidup di dalamnya yakni hewan makrobentos terganggu.
Hewan makrobentos memegang peranan penting dalam eosistem perairan dan menduduki beberapa tingkatan trofik pada rantai makanan. Peranan penting tersebut karena mampu mengubah materi-materi authokton dan alokhton, sehingga memudahkan mikroba-mikroba menguraikan materi organik menjadi anorganik yang merupakan nutrien bagi produsen perairan.
Hewan makrobentos adalah golongan invertebrata akuatik yang sebagian besar atau seluruh hidupnya berada di dasar perairan, sesil, atau merayap dengan ukuran lebih besar dari 1 mm. Pada umumnya hewan makrobentos ini berupa larva insekta, Mollusca, Oligochaeta, Crustacea-Amphipoda, Isopoda, Decapoda, dan Nematoda.
Hewan makrobentos lebih tepat digunakan sebagai indikator pencemaran organik di suatu perairan, karena pencemaran organik memberikan pengaruh spesifik terhadap masing-masing spesies hewan makrobentos itu. Misalnya saja Diatom perrifiton yang banyak hidup melekat di dasar perairan. Diatom perrifiton sangat penting dalam ekosistem perairan karena merupakan produsen dalam rantai makanan yakni sebagai penghasil bahan organik dan oksigen.
BOD dan COD merupakan dua parameter yang dapat menggambarkan tingkat pencemaran di dalam suatu perairan. Sebagai petunjuk adanya pencemaran organik di dalam perairan, penentuan BOD sangat berguna dan sensitif, namun kadang kala juga dapat meragukan bila di dalamnya sangat banyak masukan sampah rumah tangga dan sampah pasar. Karena sifatnya tersebut, maka perlu dilakukan penentuan lain yakni menggunakan perrifiton sebagai bioindikator.
1.2 Tujuan
Praktikum ini bertujuan untuk :
1. mengetahui bentik yang ada di suatu perairan daerah aliran sungai Serayu.
2. mengidentifikasi apakah bentik dapat digunakan sebagai bioindikator

PENDIRIAN KOPERASI SIMPAN PINJAM UNTUK MENINGKATKAN PRODUKSI PERIKANAN DI DESA KARANGNANGKA


BAB I.PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pemberdayaan merupakan elemen yang penting ketika kita mulai mentransformasi sebuah nilai atau kewenangan kepada orang lain yang tidak berdaya, yang tujuannya agar orang lain (masyarakat) itu bisa mandiri atau berdaya guna. Seperti halnya yang kami lakukan dalam praktikum pemberdayaan masyarakat kami mengenai pemberdayaan petani ikan di Desa karangnangka, dimana penekanannya terletak pada peningkatan nilai ekonomis budidaya Nilem (Ostheocillus hasselti) dengan pengenalan teknologi terbaru. Hal ini didasarkan pada kurangnya stok ikan Nilem (Ostheocillus hasselti) terhadap permintaan pasar. Penduduk Desa Karangnangka sebagaian besar berprofesi sebagai petani ikan. Budidaya ikan Nilem (Ostheocillus hasselti) di Desa Karangnangka sudah berlangsung secara turun-temurun. Banyak petani ikan yang masih menggunakan teknik tradisional sehingga hasil budidaya sangat tergantung terhadap musim. Salah satunya penurunan kuantitas dan kualitas benih ikan pada saat musim hujan.
Penurunan kuantitas dan kualitas benih ikan pada saat musim hujan menyebabkan penurunan pendapatan petani ikan pada musim tersebut. Meskipun pendapatan petani ikan di Desa Karangnangka sangat tergantung dari hasil penjualan benih ikan dibandingkan dengan usaha lainnya. Petani ikan nilem tergabung dalam beberapa kelompok tani ikan. Salah satu kelompok tani yang dikunjungi adalah kelompok petani ikan Sempulur yang diketuai oleh Bapak Solichin. Petani ikan rata-rata sudah mempunyai pengalaman sendiri secara turun temurun sehingga dalam setiap kali produksi mampu menghasilkan ribuan benih Nilem (Ostheocillus hasselti). Hasil tersebut belum maksimal dalam penerapan teknologi budidaya perikanan.
Proses pemberdayaan adalah dimana masyarakat menciptakan atau memberikan kesempatan untuk ikut menentukan tujuannya dan keputusan yang mempengaruhi kehidupannya, individu belajar untuk melihat tujuannya dan bagaimana mencapainya, mendapatkan akses yang besar kepada sumber daya (Setiana, 2002). Selama proses pemberdayaan berlangsung sesuai dengan apa yang diharapkan baik oleh penyuluh maupun kader yang diberdayakan, maka tujuan yang dicapai pun akan mendekati pada kenyataan. Sehingga dengan adanya penyuluhan akan mendorong perubahan-perubahan disegala aspek kehidupan kelompok tani ikan untuk menuju terwujudnya peningkatan taraf hidup dan kesejahteraan secara umum. Hal itu berujung pada proses yang membawa kelompok tani ikan dalam proses pemberdayaan untuk mencapai tujuan dan sasarannya.


KONTROVERSI 2012

Bencana itu antara lain: siklus aktivitas matahari yang memuncak di tahun 2012 yang menyebabkan panas yang luar biasa di bumi, terlebih atmosfer kita sudah mengalami penipisan dan bolong di beberapa bagian sehingga selain memanaskan bumi dengan radikal juga melelehkan es di kutub dan juga menimbulkan badai serta topan yang dahsyat.

Medan magnet bumi yang berfungsi sebagai pertahanan utama bumi terhadap radiasi sinar matahari mulai retak bahkan ada yang sampai sebesar kota California di sana-sini. Pergeseran kutub juga tengah berlangsung.

Tata surya kita tengah memasuki medan awan energi antar bin
Bencana itu antara lain: siklus aktivitas matahari yang memuncak di tahun 2012 yang menyebabkan panas yang luar biasa di bumi, terlebih atmosfer kita sudah mengalami penipisan dan bolong di beberapa bagian sehingga selain memanaskan bumi dengan radikal juga melelehkan es di kutub dan juga menimbulkan badai serta topan yang dahsyat. 


Medan magnet bumi yang berfungsi sebagai pertahanan utama bumi terhadap radiasi sinar matahari mulai retak bahkan ada yang sampai sebesar kota California di sana-sini. Pergeseran kutub juga tengah berlangsung. 

telaga warna dieng


KAJIAN EKOSISTEM TELAGA WARNA DAN TELAGA PENGILON DI DIENG YNTUK BUDIDAYA

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Wilayah dieng berada pada dataran tinggi di daerah perbatasan Wonosobo dan Kabupaten Banjarnegara. Ada yang berpendapat Nama dieng berasal dari bahasa sansekerta yaitu ”Di” yang berati tempat yang tinggi atau gunung dan kata ”hyang” yang berati tempat para dewa dewi. Wilayah dieng sendiri menyerupai lembag yang dikelilingi dataran tinggi yang masih memiliki kawah aktif yang terletak pada ketinggian 6000 kaki atau 2.093 m di atas permukaan laut. Beberapa peninggalan budaya dan alam di Dieng telah dijadikan sebagai obyek wisata dan dikelola bersama oleh dua kabupaten, yaitu Banjarnegara dan Wonosobo. Di sana terdapat beberapa buah telaga yang terbentuk dari bekas-bekas kawah dan ada yang terbentuk akibat gerakan tektonik yang terjadi di wilayah tersebut sehingga membuat cekungan dan terisi oleh air yang kemudian menjadi sebuah telaga. Diantara obyek wisata tersebut adalah Telaga Warna, sebuah telaga yang sering memunculkan nuansa warna merah, hijau, biru, putih, dan lembayung, Telaga Pengilon, Telaga Merdada.
Telaga tersebut memiliki warna yang dipengaruhi oleh beberapa faktor biotik dan abiotik. Faktor-faktor tersebut sangat berhubungan dengan ekosistem di Dieng. Ekosistem menurut Undang-undang Lingkungan Hidup adalah tatanan kesatuan secara utuh menyeluruh antara segenap unsur lingkungan hidup yang saling mempengaruhi (UULH, 1982 dalam Irwan, 1992).
Pengelolaan kawasan telaga dieng, untuk kegiatan budidaya ikan menjadi suatu pertimbangan. Sebagai usaha untuk pemeliharaan dan pengembangan potensi perikanan di daerah pegunungan sekaligus membantu dalam proses penyediaan ikan yang menjadi komoditas konsumsi.
1.2 Tujuan
Tujuan dari Praktikum ini adalah untuk :
1. Mengetahui kondisi fisik dan kimia Telaga Warna dan Telaga Pengilon di Dieng.
2. Menganalisis dan mengkaji ekosistem Telaga Warna dan Telaga Pengilon di Dieng untuk budidaya perikanan.



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Telaga
Telaga adalah semacam danau yang kecil dimana sinar matahari bahkan dapat mencapai dasarnya. Telaga sering juga sekaligus dipakai sebagai nama administratif daerah yang bersangkuthan. Dieng adalah wilayah vulkanik aktif dan dapat dikatakan merupakan gunung api raksasa. Kawah-kawah kepundan banyak dijumpai di sana. Selain kawah, terdapat pula danau-danau vulkanik yang berisi air bercampur belerang sehingga memiliki warna khas kuning kehijauan. Danau adalah cekungan besar di permukaan bumi yang digenangi oleh air bisa tawar ataupun asin yang seluruh cekungan tersebut dikelilingi oleh daratan. Danau vulkanik yaitu danau yang terbentuk akibat aktivitas vulkanisme atau gunung berapi (Bambang Utoyo dalam http://id.wikipedia.org/wiki/telaga).
2.2 Pengertian Ekosistem
Ekosistem yang terdapat di wilayah telaga warna di pegunungan dieng merupakan interaksi dari faktor abiotik dan biotik di sekitar telaga, di antaranya faktor biotik yaitu tumbuhan reparian vegetasion atau ntumbuhan tepi, plankton, beberapa jenis serangga, lumut, ulat, cacing, burung, namun sangat jarang di temukan adanya ikan di wilayah telaga. Selain itu faktor abioti yang mendukung interaksi adalah faktor abiotik seperti pH air, kecerahan, dan semua faktor fisik dan kimia pada yang saling berhubungan dengan ekosistem telaga. Ekosistem adalah tatanan kesatuan secara menyeluruh antara segenap unsur lingkungan hidup yang mempengaruhi(Undang-undang Lingkungan Hidup (UULH),1982 dalam Irwan, 1992).
Selama hubungan timbal-balik antar komponen ekosistem dalam keadaan seimbang, selama itu pula ekosistem berada dalam keadaan stabil. Sebaliknya, bila hubungan timbal-balik antar komponen-komponen lingkungan mengalami gangguan, maka terjadilah gangguan ekologis. Gangguan ekologis ini pada dasarnya adalah gangguan pada arus materi, energy dan informasi antar komponen ekosistem yang tidak seimbang (Odum, 1972).
2.3 Parameter Fisik Kimia
Faktor abiotik terdiri atas faktor fisika dan kimia dalam hal ini sangat berperan terhadap kehidupan organisme yang ada di perairan (James M, 1988). Faktor abiotik adalah faktor tak hidup yang meliputi faktor fisik dan kimia. Faktor fisik utama yang mempengaruhi ekosistem (Http://sudaryanto-biodas.blog.com/Ekologi).
2.3.1 Temperatur
Temperatur air mempunyai pengaruh yang besar terhadap proses metabolisme dari makhluk hidup air (Djangkaru, 1974). Welch (1952) mengatakan bahwa kisaran temperatur yang dapat ditolerir oleh organisme akuatik adalah 20 – 30 °C. Berdasarkan hasil pengukuran, didapatkan bahwa temperatur air berkisar antara 26 – 28 °C, temperatur yang diperoleh tersebut tergolong sangat baik untuk proses pertumbuhan dan perkembangan ikan nila gift. Hal ini sesuai dengan pernyataan Rachmatun (1993), bahwa temperatur yang optimal untuk ikan nila gift adalah 25 – 30 °C. Susanto (1991) menambahkan bahwa perbedaan temperatur antara siang dan malam tidak boleh melebihi 5 °C, apalagi jika sampai mendadak atau drastis, ikan akan mengalami stress dan akibatnya nafsu makannya berkurang dan dapat menyebabkan tubuh ikan lemah serta mudah terserang penyakit.
2.3.2 pH (Potensial hidrogen)
Toleransi organism terhadap pH bervariasi dan dipengaruhi oleh beberapa factor, seperti misalnya aktivitas fotosintesa dan biologi, suhu, oksigen terlarut, alkalinitas, adanya anion dan kation, jenis dan stadia organisme. Jenis-jenis Celeptera merupakan taksa yang mampu hidup pada tempat yang mempunyai kisaran pH yang lebar (Hawkes, 1979). Selain melihat kelimpahan dari plankton, tempat tersebut dapat dilihat dari spesies ikan yang hidup didaerah tersebut karena Ikan dapat bertahan hidup di perairan dengan derajat keasamaan yang agak asam (pH rendah) sampai di perairan yang basa (pH tinggi) dengan pH 5-9.
2.3.3 Oksigen Terlarut
Oksigen terlarut dalam perairan merupakan faktor yang mempengaruhi komunitas perairan. Oksigen terlarut dalam air merupakan penambahan oksigen dalam air lalu tercampur dan membentuk O2 terlarut didalam perairan tersebut. Secara umum organisme bentos tidak dapat hidup dengan kadar rendah, kecuali cacing tubifek dan larva nyamuk. Kandungan terlarut yang rendah akan mereduksi jumlah spesies invertebrate. Kandungan oksigen terlarut yang baik untuk biota air minimal sebesar 5 ppm (Ismail dan Mohanimed, 1992 dalam Akhirani, 2004). Kandungan O2 terlarut yang rendah dalam perairan dapat mengakibatkan stres fisiologik pada biota perairan, sehingga meningkatkan aktivitas respirasi, sedangkan kandungan O2 terlarut yang tinggi dalam perairan dapat mengakibatkan ion - ion logam bebas yang terlarut dalam air akan lebih banyak terbentuk (Connel & Miller, 1995). Selain melihat kelimpahan dari plankton, tempat tersebut dapat dilihat dari spesies ikan yang hidup didaerah tersebut karena Ikan dapat bertahan hidup di perairan dengan Kandungan oksigen (02) terlarut yang dibutuhkan bagi kehidupan ikan adalah 3-6 ppm. Kadar karbondioksida (CO2) yang bisa ditoleran adalah 9-20 ppm.

2.3.4 Konduktivitas
Konduktivitas air yang baik bagi kehidupan suatu mahluk hidup di perairan yaitu di bawah 400μs. Konduktivitas perairan yang melebihi atau diatas 400μs mahluk hidup atau organisme yang hidup di perairan akan stress dan akan mati. Jika di perairan sungai terdapat banyak partikel maka hantaran listrik tinggi (Ewuise, 1990).
2.3.5 Salinitas
Salinitas dapat dinyatakan sebagai konsentrasi total dari semua ion yang terlarut di dalam air. Salinitas dinyatakan dalam satuan gram/kg atau ppt (part per thousand) atau promil (%o). Salinitas perairan tawar biasanya < 0,5 %o, salinitas perairan payau 0,5 – 30 %o dan salinitas perairan laut 30 – 40 %o. Nilai salinitas pada perairan pesisir sangat dipengaruhi oleh masukan air tawar dari sungai.

2.3.6 Letak geografis
Letak geografis berhubungan dengan kemiringan tempat (elevasi), kemiringan tempat mempengaruhi jenis budidaya dari masing-masing ketinggian tempat. Ketinggian tempat yang cocok untuk pembudidayaan ikan adalah minimal 500 dpl ( Allan, 1995).
2.4 Plankton
Budidaya dapat dilakukan dengan melihat kelimpahan plankton di tempat yang akan dibudidayakan. Istilah plankton adalah suatu istilah umum. Kemampuan berenang organisme-organisme planktonik demikian lemah sehingga mereka sama sekali dikuasai oleh gerakan-gerakan air. Plankton dapat dibagi menjadi dua golongan, yakni : fitoplankton terdiri dari tumbuhan laut yang bebas melayang dan hanyut dalam laut serta mampu berfotosintesis, dan zooplankton ialah hewan-hewan laut yang planktonik. Plankton adalah makhluk ( tumbuhan atau hewan ) yang hidupnya, mengaung, mengambang, atau melayang didalam air yang kemampuan renangnya terbatas sehingga mudah terbawa arus. Fungsi plankton bagi budidaya ialah sebagai pakan alami bagi ikan yang hidup didaerah tersebut, sehingga keadaan plankton sangat penting. Plankton berbeda dengan nekton yang berupa hewan yang memiliki kemampuan aktif berenang bebas, tidak bergantung pada arus air, contohnya : ikan, cumi–cumi, paus dan lain-lain (Mahbub, 1981).
2.5 Bentik
Pemanfaatan makrobentos sebagai indikator untuk menilai kualitas perairan dapat dilihat dengan pendekatan secara struktural yaitu dengan ditinjau dari kekayaan jenis dominansi, kemerataan dan keragaman (Krebs, 1978). Kesuburan suatu perairan dikatakan baik apabila nilai keragaman tinggi dan kelimpahan jenis planktonnya tinggi (Odum, 1971). Keragaman spesies adalah hubungan antara jumlah spesies dan jumlah individu dalam suatu komunitas. Dominansi adalah jenis atau golongan jenis yang sebagian besar mengendalikan arus energi dan kuat sekali mempengaruhi lingkungan dari semua jenis lainnya (Odum, 1971). Oleh karena itu bentik atau makrobentos harus di bududayakan sebagai upaya menjaga ekosistem yang seimbang dan menjaga kesuburan perairan, khususnya pada Telaga Warna dan Telaga Pengilon.



B III
MATERI DAN METODE
3.1. Materi
3.1.1. Alat
Alat yang digunakan pada praktikum Kajian Ekosistem Telaga di Dieng Untuk Budidaya adalah termometer, kertas pH, botol film, plankton net no.25, label, konduktivitimeter, gelas ukur, labu erlenmeyer, eikman grap, lup, botol Neril, mikroskop biokuler, objek glass, over glass, pinset, nampan, saringan, pipet tetes, ember, alat tulis, dan buku identifikasi.
3.1.2 Bahan
Bahan yang digunakan pada praktikum Kajian Ekosistem Telaga di Dieng Untuk Budidaya adalah air dari Telaga di Dieng yang terkandung plankton dan bentik, formalin 4% yang digunakan untuk mengawetkan spesimen sehingga dapat dengan mudah diidentifikasi, aquades, MnSO4, KOH KI, H2SO4, Amilum, dan NaSO4.
3.2. Metode
3.2.1. Pengukuran faktor fisika dan kimia
1. Temperatur
Pengukuran temperatur yaitu dengan mencelupkan sebagian dari termometer kedalam air, dilakukan di tiga titik.
2. Potensial Hidrogen
Potensial Hidrogen dari telaga diukur dengan mencocokan warna kertas pH meter yang telah dicelupkan kedalam air.
3. Oksigen Terlarut (DO)
Sampel air diambil dengan menenggelamkan botol neril secara hati-hati kedalam perairan agar tidak ada gelembung udara yang terbawa masuk. Ditambahkan larutan 1 ml MnSO4 dan larutan 1 ml KOH-KI. Lalu botol dikocok dengan membolak-balikkan botol sampai terbentuk endapan berwarna coklat. Ditambahkan 1 ml H2SO4 dan dikocok sampai endapan larut dan berwarna kuning. Larutan diambil sebanyak 100 ml dan dimasukkan kedalam tabung Erlenmeyer kemudian ditambahkan indikator amilum sebanyak 10 tetes. Larutan dititrasi dengan Na2S2O3 0.025 N. Kemudian titrasi dihentikan saat larutan berubah menjadi jernih.
4. Kondutivitas dan Salinitas
Pengukuran konduktivitas sama dengan salinitas yaitu dengan menyelupkan alat yang digunakan kedalam air. Sedangkan, pengukuran kadar salinitas yaitu dengan mencelupkan salinitimeter kedalaman air pada telaga.
5. Letak Geografis
Letak geografis didiskripsikan dengan melihat kondisi sekitar. Letak berdasarkan lintang, bujur, dan kemiringan ditentukan dengan menggunakan GPS.
6. Plankton
Pengambilan sampel plankton dilakukan dengan menggunakan plankton net no.25, perlakuan yang diberikan pada plankton net berupa memasukkan air sebanyak 20 kali ember, dengan bobot ember 10 liter dan menggunakan botol film sebagai wadah untuk menampung plankton yang masuk kedalam plankton net tersebut.
7. Bentik
Pengambilan sampel makrobentos dilakukan dengan menggunakan eikman grab. Penggunaan tersebut yaitu menahan kedua luasan bukaan dengan tali, lalu masukan kedalam perairan telaga hingga mencapai dasar dan menutup luasan dengan menarik bandul secara tegak lurus.
3.3. Waktu dan Tempat
Praktikum ini dilaksanakan pada tanggal 5 – 6 November 2009, di Telaga Warna dan Telaga Pengilon, Dieng.
3.4. Analisi Data
3.4.1. Oksigen Terlarut

Keterangan :
DO = Kelarutan Oksigen
p = Oksigen yang diambil
q = Konstanta ( 0,025 )
3.4.2. Indeks keragaman Shannon-Wienner

Keterangan :
H’ = Keragaman
ni = Jumlah spesies
N = Jumlah total spesies
3.4.3. Kelimpahan Makroinvertebrata Bentik
Kelimpahan =
Keterangan :
∑ ni = Jumlah spesies
A = Luas penampang Eikman Grap = 8 m2
s = Jumlah pengambilan transek = 3
3.4.4. Kelimpahan Plankton
Kelimpahan = N x F


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Tabel 1. Faktor Fisik Kimia di Telaga Warna
Parameter Waktu
18:00 21:00 24:00:00 3:00 5:00
Ketinggian Tempat (mDPAL) 2070 2070 2070 2070 2070
Letak lintang (º) 7-12-917 7-12-919 7-12-917 7-12-919 7-12-893
Letak bujur (º) 109-54-819 109-54-819 109-54-819 109-54-819 109-54-831
Temperatur (ºc) 20.2 19 18 16 17
Salinitas (ppt) 1.1 1 1.1 1.1 1.1
Potensial Hidrogen 2 2 2 3 2
Konduktifitas (µmhos/cm) 2219 1668 2074 2160 2201
Oksigen terlarut (ppm) Tt Tt Tt Tt Tt

Tabel 2. Faktor Fisik Kimia di Telaga Pengilon
Parameter Waktu
18:00 21:00 24:00:00 3:00 5:00
Ketinggian Tempat (mDPAL) 2070 2070 2070 2070 2070
Letak lintang (º) 7-12-917 7-12-919 7-12-919 7-12-919 7-12-919
Letak bujur (º) 109-54-819 109-54-819 109-54-819 109-54-819 109-54-819
Temperatur (ºc) 22 22 21.4 21.4 21.2
Salinitas (ppt) 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1
Potensial Hidrogen 8 8 7 7 8
Konduktifitas (µmhos/cm) 169.4 161.1 169.8 169.1 167.5
Oksigen terlarut (ppm) 9.4 9.6 10 8.6 9

Tabel 3. Hasil perhitungan keragaman dan kelimpahan Bentik
Nilai Telaga warna Telaga pengilon
Keragaman 1.3862 0
Kelimpahan 0.21 0.24

Tabel 4. Hasil perhitungan keragaman dan kelimpahan Plankton
Nilai Telaga warna Telaga pengilon
Keragaman 1.942 3.053835798
Kelimpahan 408.34 6341.544

4.2 Pembahasan
4.2.1 Temperatur

gambar 1. grafik perbandingan temperatur
Berdasarkan hasil praktikum temperatur di Telaga Warna ialah 19°C sedangkan di Telaga Pengilon ialah 22°C. Tempertur yang stabil dalam perairan berkisar 25°C-28°C, dan temperatur yang layak untuk kehidupan organisme yaitu 20°C-30°C (Heur, 1971), artinya pada Telaga Warna sangat kecil kemungkinan suatu organisme perairan hidup di telaga tersebut, sedangkan pada telaga pengilon masih memungkinkan adanya organisme perairan yang dapat hidup di telaga tersebut. Jadi telaga warna dan telaga pengilon tidak dapat dijadikan sebagai tempat budidaya karena suhu yang terlalu dingin. Suatu perairan dapat di lakukan budidaya apabila perairan tersebut memiliki sumber makanan (Nybakken, 1992). Sumber makanan di perairan adalah plankton dan bentik sedangkan keragaman plankton dan bentik pada kedua telaga tersebut adalah rendah sehingga tidak memungkinkan adanya organisme perairan yang dapat hidup di telaga tersebut.
4.2.2 Potensial Hidrogen (pH)

gambar 2. grafik perbandingan pH
Berdasarkan nilai pH di telaga warna ialah 2, berarti nilai pH di telaga warna sangat asam. Sedangkan nilai pH di telaga pengilon ialah 8, berarti nilai pH di telaga pengilon sangat basa. Nilai pH asam berarti nilai pH di telaga warna tidak baik untuk kehidupan ikan dan fauna lain yang hidup, sedangkan nilai pH basa berarti nilai pH di telaga pengilon baik untuk kehidupan ikan dan fauna lain yang hidup. Menurut Asdak (2007) yaitu ikan dan fauna lain air tawar bertahan hidup dengan nilai pH 6,5 sampai 8,5.
4.2.3 Oksigen Terlarut

gambar 3. grafik perbandingan oksigen terlarut
Pada telaga warna, kandungan oksigennya ialah tidak tereduksi. Sedang pada telaga pengilon kandungan oksigennya ialah sebesar 9.6 ppm. Menurut PP No. 82 (2001), kandungan oksigen terlarut yang ideal bagi habitat biota akuatik adalah > 3 mg/L. Berdasarkan kriteria tersebut, maka dapat dinyatakan bahwa kandungan oksigen terlarut di Telaga Pengilon mendukung untuk habitat pakan alami (plankton) dan ikan.
4.2.4 Konduktifitas
Konduktivitas suatu perairan di Telaga Warna 1668μmhos artinya daya hantar listrik di Telaga Warna tinggi dan banyak praktikel yang ada di telaga tersebut. Sedangkan konduktivitas di Telaga Pengilon 161.1μmhos artinya daya hantar listrik di telaga pengilon ini serta paktikel yang terdapat sedikit. Konduktivitas yang di bawah 400μs kekayaan spesiesnya melimpah, tetapi jika perairan sungai konduktivitasnya di atas 400μs kekayan spesies tidak melimpah karena tidak kuat terhadap konduktivitas tersebut.

gambar 3. grafik perbandingan konduktifitas
4.2.5 Planton
Praktikum dieng tepatnya pada Telaga Warna dan Telaga Pengilon yang di ambil pukul 21.00WIB , kesimpulan bahwa plankton banyak ditemukan pada Telaga Pengilon. Banyaknya plankton pada Telaga Pengilon disebabkan karena kondisi pada telaga pengilon masih cukup baik. Dari hasil praktikum fisikokimia yang diperoleh telaga pengilon mempunyai kadar pH (keasaman), salinitas, DO dan temparatur yang sesuai untuk tempat budidaya. Sedangkan pada telaga warna sudah tidak baik karena berdasarkan hasil praktikum fisikokimia di dapat bahwa di telaga warna kandungan keasaman (pH) bernilai 2, sedangkan ikan dapat hidup atau dapat bertahan dengan pH 6,5- 8,5.
Kelimpahan plankton lebih banyak ditemukan Telaga Pengilon, hal ini disebabkan oleh kondisi lingkungan yang cukup mendukung bagi kehidupan plankton karena daerah ini merupakan daerah di sekitar areal pertanian, sehingga daerah ini mendapatkan masukan bahan organik. Plankton pada ekosistem perairan mempunyai peranan penting yaitu sebagai produsen primer dan konsumen perimer. Fitoplankton merupakan produsen primer sedangkan zooplanton sebagai konsumen perimer yaitu pemakan fitoplankton. Komposisi plankton pada suatu perairan akan tinggi apabila kondisi perairan tersebut subur. Kesuburan suatu perairan tergambar dari keberadaan plankton terutama komposisinya. Disebut primer karena kesuburan air dan tanah serta terjadinya macam-macam alga hanya merupakan follow up saja. Untuk Limnologi atau Biologi Perikanan yang berpengalaman, melihat adanya plankton secara kuantitatif dan kualitatif saja sudah dapat mengatakan apakah suatu perairan baik atau tidak untuk perikanan. Selain itu, sifat-sifat kimiawi air dan fluktuasinya tiap hari sangat tergantung pada banyaknya fitoplankton, teristimewa di danau-danau (Sachlan, 1982).
4.2.6 Bentik
Indeks keragaman makroinvertebrata bentik di Telaga Pengilon sebesar 3,05 dan indeks keragaman makroinvertebrata bentik di Telaga Warna sebesar 1,95. Hal ini dapat menunjukkan bahwa kualitas air di Telaga Warna setengah tercemar dan di Telaga Pengilon tercemar sangat ringan. Hal ini dapat disimpulkan bahwa Telaga Pengilon dapat dijadikan Budidaya.
Berdasarkan nilai indeks keragaman jenis makrozoobentos yang dihitung berdasarkan formulasi Shannon-Wiener, dapat ditentukan beberapa kualitas air. Kualitas air dapat dikelompokkan menjadi tiga antara lain: tercemar berat (04.2.7 Letak Geografis
Ketinggian tempat (elevasi) mempengaruhi jenis budidaya dari masing-masing ketinggian tempat. Ketinggian tempat yang cocok untuk pembudidayaan ikan adalah minimal 500 dpl (Allan, 1995). Pada hasil yang didapat pada pukul 21.00 bahwa pada Telaga Warna memiliki kemiringan tempat sebesar 2070 dpl dan Telaga Pengilon sebesar 2070 dpl, dapat disimpulkan bahwa letak geografis yang dimiliki sangat cocok untuk untuk di budidayakan.
4.2.8 Salinitas
Salinitas pada telaga warna ialah 1ppt sedangkan kan salinitas pada telaga pengilon ialah 0.1ppt. Hal ini menunjukkan bahwa salinitas pada kedua telaga tersebut sangat rendah dan tidak memungkinkan adanya ikan yang dapat hidup sehingga telaga tersebut tidak dapat dijadikan sebagai tempat untuk penbudidayaan ikan, karena syarat ikan dapat hidup ialah pada salinitas 5 ppt.






V. KESIMPULAN
1. Telaga warna tidak layak untuk budidaya, karena faktor fisikokimia pada telaga warna tidak memungkinkan untuk diadakanya budidaya. Temperatur yang terlalu rendah, pH yang terlalu asam, tidak adanya oksigen terlarut, nilai konduktifitas yang terlalu tinggi, keragaman dan kelimpahan makroinvertebrata yang tidak terlalu besar, serta salinitas yang sangat lemah.
2. Telaga pengilon hanya berpotensi untuk tempat hidup ikan namun kurang opimal untuk budidaya, karena sebagian faktor fisikokimia pada telaga pengilon memungkinkan dan ada yang tidak memungkinkan untuk diadakannya budidaya. Temperatur yang sesuai untuk organisme air (ikan) hidup, pH yang netral, terdapatnya oksigen terlarut, nilai konduktifita yang rendah sehingga memungkinkan ikan untuk hidap, keragaman dan kelimpahan makroinvertebrata yang besar, tetapi salinitas rendah.


DAFTAR PUSTAKA
Allan, JD. 1995. Stream Ecology: Structure and Function of Running Waters.
London: Chapman and Hall
Asdak, C. 2007. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Bambang Utoyo dalam http://id.wikipedia.org/wiki/telaga).
Connel, D. W dan G. J. Miller. 1995. Kimia dan Ekotoksikologi Pencemaran. Diterjemahkan Oleh Koestoer, Y dan Sahati. UI Press, Jakarta.

Ewuise,y.j.1990. Pengantar Ekologi Tropika.Bandung: ITB.

Hauer, R.F., and Limberti, A.G.1996. Methods In Steam Ecology. Academic Press.San Diego, California, USA.

Hawkes, H.A.1979. Invertebrates an Indikator Of River Water Quality. In James, A. And L. Erison, ED. Biology Indikator Of Water Quality. Jon Willey Sons, Toronto.

Http://sudaryanto-biodas.blog.com/Ekologi

Irwan, zoer’aini. 1992. Prinsip-prinsip Ekologi dan Organisasi Ekosistem Komunitas dan Lingkungan. Bandung : Bumi Aksara.

Jangkaru, Z. 1974. Makanan Ikan. Jakarta : Lembaga Penelitian Perikanan Darat. Direktorat Jenderal Perikanan.
Krebs, C.J. 1978. Ecology The Experimental Analysis Of Distribution And Abundance. Harper And Row Publication, New York.

Nyabakken, J.W. 1988. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologis. PT. Gramedia, Jakarta. 459 hal.

Odum,E.P.1972. dasar-dasar ekologi. diterjemahkan oleh Thahmosamingan. Yogyakarta:Gadjah Mada Press.

Odum, E.P. 1971. Fundamental of ecology. Sounders and company, philadephia,London.

Peraturan Pemerintah No. 82. 2001. Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran. Sekretariat Negara Republik Indonesia, Jakarta.

Welch, P.S. 1952. Limnology. McGraw-Hill Book Company, New York.




LAMPIRAN

Tabel 1. Data Bentik Telaga Warna (Pukul 21.00)
No. Bentik (ordo) PENGAMBILAN Kepadatan ln Pi Pi ln Pi
UL. 1 UL. 2 UL. 3
1 Diptera 1 - - 1 0 0
2 Tricoptera - 1 - 1 0 0
3 Odonata - - 2 2 0.6931 1.3862
4 Anelida - - 1 1 0 0
JUMLAH 1 1 3 5 0.6931 1.3862

Tabel 2. Kelimpahan Bentik Telaga warna
No. Jumlah Kelimpahan
1 5 0.21

Tabel 3. Data Plankton Telaga Warna (Pukul 21.00)
No Spesies Jumlah Keragaman Kepadatan N kerataan
1 Asterionella formosa 3 0.305 3 3
2 Botrydiopsis arshizaborzi 1 0.165 1 1
3 Synedra ulna 3 0.305 3 3
4 Synedra acus 1 0.165 1 1
5 Nitzschia vermicularis 3 0.305 3 3
6 Styloshaera melporeus 1 0.165 1 1
7 Cyclotella operulata 6 0.367 6 6
8 Diatoma vulagrae 1 0.165 1 1
Total 17 1.942 17 17
Plankton Telaga Warna
• Keragaman





Tabel 4. Kelimpahan Plankton Telaga Warna
No. Jumlah F Kelimpahan
1 17 24.021 408.34
Kelimpahan Plankton Telaga Warna:
F : Q1/Q2 X V1/V2 X 1/P1 X 1/W
: 324/1.11279 X 25/0.05 X 1/30 X 1/200
: 291.16 X 500 X 0.033 X 0.005
24:02.0
Jumlah plankton/ liter : N x F
= 17 X 24.02
= 408.34

Tabel 5. Data bentik Telaga Pengilon (Pukul 21.00)
No. Bentik (ordo) PENGAMBILAN Kepadatan ln Pi Pi ln Pi
UL. 1 UL. 2 UL. 3
1 Hirudinae 3 - - 1 0 0
2 Anelida - 4 - 1 0 0
3 Odonata - - 3 1 0 0
JUMLAH 3 4 3 3 0 0
Makrobentos Telaga Pengilon
• Kelimpahan
Hirudinae =
=
Anelida =
=
Odonata =
=
• Keragaman






Tabel 6. Kelimpahan Bentik Telaga Pengilon
No. Jumlah Kelimpahan
1 10 0.24

Tabel 7. Kelimpahan Plankton Telaga Pengilon (Pukul 21.00)
No. Jumlah F Kelimpahan
1 264 24.021 6341.544

Tabel 8. Data Plankton Telaga Pengilon
No Spesies Jumlah Pi ln Pi Pi ln Pi H' (keragaman)
1 Dymorphococcus Lunatus 12 0.045455 -3.09104 -0.1405019 0.14050193
2 Cymbella halvetica 2 0.007576 -4.8828 -0.0369909 0.036990924
3 Synedra ulna 6 0.022727 -3.78419 -0.0860043 0.08600431
4 Ceratium extensus 27 0.102273 -2.28011 -0.2331933 0.233193297
5 Spirotaemia condensate 1 0.003788 -5.57595 -0.021121 0.021121019
6 Hyalotheca undulata grombl 3 0.011364 -4.47734 -0.0508788 0.050878827
7 Schroderia setigera demm 29 0.109848 -2.20865 -0.2426172 0.242617216
8 Dudorina wallichii turner 12 0.045455 -3.09104 -0.1405019 0.14050193
9 Synedra acus 3 0.011364 -4.47734 -0.0508788 0.050878827
10 Molosira salina 3 0.011364 -4.47734 -0.0508788 0.050878827
11 Fragillaria harrisoni 1 0.003788 -5.57595 -0.021121 0.021121019
12 Dislospaerium pulcheilum wolle 16 0.060606 -2.80336 -0.1699006 0.169900629
13 Cyclotella operaculata 6 0.022727 -3.78419 -0.0860043 0.08600431
14 Asplanchna herrichi 1 0.003788 -5.57595 -0.021121 0.021121019
15 Nitzschia vermicularis 29 0.109848 -2.20865 -0.2426172 0.242617216
16 Losmarium auriculatum reinsch 1 0.003788 -5.57595 -0.021121 0.021121019
17 Pleurotaenium undulatum 1 0.003788 -5.57595 -0.021121 0.021121019
18 Nitzschia edosterium 9 0.034091 -3.37872 -0.1151838 0.115183791
19 Mastogloia elliptica 1 0.003788 -5.57595 -0.021121 0.021121019
20 Oocystus naegelii 1 0.003788 -5.57595 -0.021121 0.021121019
21 Nitzschia Ourvula 13 0.049242 -3.011 -0.1482689 0.148268927
22 Dialoma vulgare 1 0.003788 -5.57595 -0.021121 0.021121019
23 Sorastrum indicus benard 7 0.026515 -3.63004 -0.096251 0.096251033
24 Cosmarium askensii schm 1 0.003788 -5.57595 -0.021121 0.021121019
25 Hydrodiction reticulatum 2 0.007576 -4.8828 -0.0369909 0.036990924
26 Mastogloia lanceolata 4 0.015152 -4.18965 -0.0634796 0.063479617
27 Plurosygma delicatum 1 0.003788 -5.57595 -0.021121 0.021121019
28 Sphaerocystus schroeteri chod 4 0.015152 -4.18965 -0.0634796 0.063479617
29 Richteriella botryodes lemm 36 0.136364 -1.99243 -0.271695 0.271695022
30 Ephithemia argus 1 0.003788 -5.57595 -0.021121 0.021121019
31 Xanthidium surperbbum elfy 1 0.003788 -5.57595 -0.021121 0.021121019
32 Gomphonema apicatum 3 0.011364 -4.47734 -0.0508788 0.050878827
33 Synedra ulna 4 0.015152 -4.18965 -0.0634796 0.063479617
34 Asterionella japonica 1 0.003788 -5.57595 -0.021121 0.021121019
35 Eunotia ehrenbergii 1 0.003788 -5.57595 -0.021121 0.021121019
36 Gloeocystus vesiculosa daeg 10 0.037879 -3.27336 -0.1239911 0.123991061
37 Lichmophora lyngbyei 2 0.007576 -4.8828 -0.0369909 0.036990924
38 Oscillatoria limnosa Ag. 1 0.003788 -5.57595 -0.021121 0.021121019
39 Rhopaloidea gibba 1 0.003788 -5.57595 -0.021121 0.021121019
40 Asterionella gracillina 1 0.003788 -5.57595 -0.021121 0.021121019
41 Richeneriella lunaris hoeb 3 0.011364 -4.47734 -0.0508788 0.050878827
42 Scenedesmus quadricauda Breb 1 0.003788 -5.57595 -0.021121 0.021121019
43 Cocconeus pediculus 1 0.003788 -5.57595 -0.021121 0.021121019
Jumlah 264 1 -194.084 -3.0538358 3.053835798
Plankton Telaga pengilon
• Keragaman





KUMPULAN DONGENG BAHASA INDONESIA TERBARU

Asal Mula Rumah Siput Dahulu kala, siput tidak membawa rumahnya kemana-mana… Pertama kali siput tinggal di sarang burung yang sudah di...