Saturday, October 1, 2011

POLA LONGITUDINAL EKOSISTEM SUNGAI SERAYU

I.PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Pola longitudinal adalah pola memanjang dari hilir ke hulu untuk mengetahui faktor fisika kimia suatu lingkungan perairan dan mengetahui organisme yang hidup di perairan tersebut. Pola longitudinal digunakan di suatu perairan seperti sungai. Distribusi longitudinal terjadi dimana kemiringan tidak jauh berbeda dari hulu ke hilir. Daerah hulu biasanya menunjukan toleransi yang besar sampai sepanjang sungai. Perubahan longitudinal yang jelas berhubungan dengan perubahan yang sangat terlihat yaitu suhu, kecepatan arus dan pH (Odum, 1973).
Sungai adalah air yang mengalir ke satu arah. Aliran air dan gelombang secara konstan memberikan oksigen pada air. Suhu air bervariasi sesuai dengan ketinggian dan garis lintang. Komunitas organisme yang hidup di sungai berupa tumbuhan berakar kuat yang melekat pada bebatuan, ikan, kura-kura, bahkan ular. Organisme sungai dapat bertahan tidak terbawa arus karena mengalami adaptasi evolusioner, misalnya bentuk tubuh tipis dorsoventral, dapat melekat pada batu, dan memiliki kemampuan berenang. Pembukaan hutan di daerah aliran sungai yang lebih tinggi dapat mengakibatkan erosi sehingga sedimentasi meningkat. Hal ini akan meningkatkan kekeruhan air di sunagi dataran rendah dan mengakibatkan pendangkalan.
Sungai serayu merupakan salah satu sungai dari sedikit sungai di indonesia yang masih relatif terjaga kondisi habitatnya dibandingkan dengan sungai-sungai lain yang mengalir di perkotaan.
Sungai Serayu merupakan sungai terbesar yang mengalir di Karesidenan Banyumas. Lahan di sekitar DAS (Daerah Aliran Sungai) Serayu banyak dimanfaatkan oleh masyarakat, antara lain sebagai pemukiman, pertanian, perkebunan, industri dan kegiatan penambangan. Sungai Serayu juga dimanfaatkan untuk kepentingan sebagai sumber air, yang merupakan sumber utama bagi kebutuhan air baku untuk konsumsi domestik, irigasi, rekreasi, pembangkit tenaga listrik, tempat pembuangan limbah baik domestik maupun industri, transportasi, penggalian tambang golongan C (batu dan pasir), dan perikanan (keramba) oleh penduduk sekitar.
Pada sungai terdapat berbagai macam organisme yang saling bergantungan antara satu dengan yang lainnya. Diantaranya adalah bentik atau makrobentos yang merupakan bahan praktikum makrobentos yang terdapat pada sungai Serayu.



1.1.1 Deskripsi Lokasi
Sungai Serayu memiliki panjang 3.719 km dengan luas 360,639 ha, arus sungai Serayu berasal dari teluk Bimo,di dataran tinggi di Dieng di wilayah Wonosobo dan berahir di pantai dekat Gn.srandil. Debit air sungai rata-rata lebih dari 0,04 m³/ detik/ km. Sungai Serayu memiliki delapan sungai yang menjadi anak sungai serayu, yakni Begaluh, Tulis, Merawu, Klawing, Kulisapi, Prasa, Tajum, Logawa. Hasil analisis fisika kimia anorganik di DAS Serayu di bawah ambang batas toleransio yaitu 50 mg (Asdak, 2007).
DAS (Daerah Aliran Sungai) ialah sisi cekungan yang dibatasi oleh daerah tangkapan air dan dialiri oleh suatu badan sungai, dengan kata lain ialah keseluruhan dari hulu sampai hilir. Das serayu secara umum memiliki kondisi perairan yang cukup baik dari dari hulu sampai hilir. Faktor fisikokimia separti suhu yang berkisar antara 20.1-29 ºC ,ph yang bernilai antara 7-9. Pada sungai serayu terdapat DAS yang berbeda-beda disetiap daerah stasiun sungai.
1.1.2 Deskripsi khusus
1.1.1.1 Sungai Kejajar
Pada statiun pertama ialah sungai Kejajar. Statiun pengamatan sungai kejajar terletak pada 7-15-778 LS dan 109-56-891 BT dengan kedalam 55 cm. Hasil pengukuran faktor fisika kimia menunjukkan angka suhu pada sungai kejajar adalah 20.1 ºC, nilai konduktifitas 200.2 µmhos, derajat keasaman 7, kecepatan arus 0.533 m/s, Lebar sungai 18 m, Kecerahan 30 cm, dan Riparian vegetation sebesar 60 %.
1.1.1.2 Sungai Garung
Statiun pengamatan garung terletak pada 7-15-716 LS dan 109-57-008 BT dengan kedalaman sekitar 20 cm. Statiun Garung berada pada wilayah kabupaten Wonosobo. Wilayah Garung merupakan wilayah hulu sungai Serayu sehingga kondisi airnya masih bagus. Warna air jernih, susbstrat didomonasi oleh batu berukuran sedang-besar. Separti sungai lainnya bagian hulu sungai serayu memiliki aliran air yang relatif kecil dibandingkan bagian tengah dan bagian hilir. Pada tepian sungai banyak ditumbuhi pohon-pohon yang berukuran besar. Hasil pengukuran faktor fisika kimia menunjukkan angka suhu pada sungai Garung adalah 23,1 ºC, nilai konduktifitas 340.2 µmhos, derajat keasaman 7, kecepatan arus 0.31 m/s, Lebar sungai 9 m, Kecerahan 20 cm, dan Riparian vegetation sebesar 50 %.
1.1.1.3 Sungai Prigi
Pada statiun ketiga ialah sungai Prigi (Sigaluh). Statiun pengamatan sungai Sigaluh terletak pada 7-24-180 LS dan 109-46-799 BT dengan kedalam 120 cm. Hasil pengukuran faktor fisika kimia menunjukkan angka suhu pada sungai Sigaluh adalah 28 ºC, nilai konduktifitas 243 µmhos, derajat keasaman 7, kecepatan arus 0.66 m/s, Lebar sungai 35.2 m, Kecerahan 34 cm, dan Riparian vegetation sebesar 50 %.
1.1.1.4 Sungai Purwonegara
Statiun pengamatan sungai Purwonegara terletak pada 7-25-742 LS dan 109-33-476 BT dengan kedalam 60 cm. Hasil pengukuran faktor fisika kimia menunjukkan angka suhu pada sungai Purwonegara adalah 29 ºC, nilai konduktifitas 243.7 µmhos, derajat keasaman 8, kecepatan arus 0.367 m/s, Lebar sungai 14 m, Kecerahan 17.5 cm, dan Riparian vegetation sebesar 45 %.
1.1.1.5 Sungai Merican
Statiun pengamatan sungai Merican terletak pada 7-24-040 LS dan 109-35-826 BT dengan kedalam 123 cm. Hasil pengukuran faktor fisika kimia menunjukkan angka suhu pada sungai Merican adalah 28 ºC, nilai konduktifitas 110.5 µmhos, derajat keasaman 9, kecepatan arus 0.134 m/s, Lebar sungai 47 m, Kecerahan 5.5 cm, dan Riparian vegetation sebesar 55 %.
1.1.1.6 Sungai Mandiraja
Statiun mandiraja masih termasuk bagian hulu sungai Serayu, memiliki jenis substrat dasar berupa batuan sedang dan kecil serta kerikil. Pada sepanjang tepi badan sungai terdapat vegetasi berupa tumbuhan yang cukup besar dan rumput-rumputan. Statiun pengamatan sungai Mandiraja terletak pada 7-26-781 LS dan 109-31-389 BT dengan kedalam 56.6 cm. Hasil pengukuran faktor fisika kimia menunjukkan angka suhu pada sungai Mandiraja adalah 28 ºC, nilai konduktifitas 248.3 µmhos, derajat keasaman 7, kecepatan arus 0.346 m/s, Lebar sungai 24 m, Kecerahan 41.6 cm, dan Riparian vegetation sebesar 60 %.
1.1.1.7 Sungai Kembangan
Statuin pengamatan Kembangan ini masih termasuk dalam wilayah Banjarnegara. Pada sungai Kembangan terdapat substrat dasar berupa kerikir dan pasir. Sedang vegetasi yang nampak adalah tumbuhan sedang dan rumpau-rumputan. Statiun pengamatan sungai Kembangan terletak pada 7-27-452 LS dan 109-25-941 BT dengan kedalam 62 cm. Hasil pengukuran faktor fisika dan kimia menunjukkan suhu disiang hari adalah 28 ºC, nilai konduktifitas 265.1 µmhos, derajat keasaman 7, kecepatan arus 0.082 m/s, Lebar sungai 53 m, Kecerahan 62 cm, dan Riparian vegetation sebesar 50 %.
1.1.1.8 Sungai Somagede
Statiun pengamatan sungai Somagede terletak pada 7-30-758 LS dan 109-20-255 BT dengan kedalam 800 cm. Hasil pengukuran faktor fisika kimia menunjukkan angka suhu pada sungai Somagede adalah 27 ºC, nilai konduktifitas 182.9 µmhos, derajat keasaman 7, kecepatan arus 28.6 m/s, Lebar sungai 50 m, Kecerahan 7.5 cm, dan Riparian vegetation sebesar 80 %.
1.2 Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk :
1. mengukur faktor fisikokimia pada sepanjang statiun sungai serayu
2. deskripsi habibat sungai serayu

II. TINJAUAN PUSTAKA

Sungai adalah suatu perairan yang airnya mengalir secara terus-menerus pada arah tertentu, barasal dari air tanah, air hujan dan air permukaan yang akhirnya bermuara ke laut. Air tanah sebagai sumber air sungai muncul ke permukaan sebagai mata air pada bagian hulu sungai. Air ini sambil mengalir melakukan pengikisan tanah dan bebatuan yang dilaluinya.
Menurut Odum (1993), perairan pada dasarnya dibagi atas dua macam, yaitu perairan tawar dan asin. Perairan tawar sendiri dibagi dua macam pula, yaitu perairan menggenang (lentik) dan perairan mengalir (lotik).
Sungai termasuk habitat lotik yang memiliki tiga kondisi khas yaitu :
1. arus adalah faktor yang paling penting mengendalikan dan merupakan factor pembatas dalam air.
2. pertukaran tanah dengan air relative lebih ekstensif pada aliran yang menghasilkan ekosistem lebih ‘terbuka’ dan suatu metabolisme komunitas ‘heterotropik’.
3. Tekanan oksigen biasanya lebih merata dalam aliran air, dan stratifikasi termal atau kimia dalam air tidak ada atau di abaikan.
Jeram dan riam atau sungai-sungai kecil digunung memiliki ciri khas, yaitu adanya gerakan keras yang terus menerus antara air dengan batu-batu besar yang terlalu berat untuk dilarutkan dan hanya sedikit sekali tumbuhan-tumbuhan yang hidup. Tidak ada satupun sungai yang airnya jernih sepanjang wktu karena selalu ada tanah yang hanyut, apalagi di hulu sungai-sungai dalam hutan selama hujan lebat (Kottelat et al., 1993). Soemarwoto (1980) membagi sungai ke dalam tiga daerah berdasarkan letak dan kondisi lingkungannya, yaitu:
1. Hulu sungai : letaknya di dataran tinggi, air mengalir melalui bagian yang curam dan berbatuan dengan goncangan dan arus yang sangat kuat, mengandung oksigen terlarut yang sangat tinggi dan warna airnya sangat jernih.
2. Hilir sungai : terletak di dataran rendah dengan arus air tidak begitu kuat, kecepatan fotosintesisnya lebih tinggi dan banyak bertumpuk bahan organik.
3. Muara sungai : barada hampir mencapai laut, arus airnya sangat lambat, banyak mengandung bahan terlarut dan lumpur dari hilir hingga membentukdelta yang artinya sangat keruh.
Hulu sungai sampai hilir terdapat perbedaan kecepatan gerakan air, volume total air, kekeruhan dan jenis endapan serta tipe makanan yang tesedia. Perbedaan-perbedaan tersebut dapat dicerminkan oleh distribusi jenis ikan. Pada umumnya semakin besar ukuran sungai semakin besar pula jumlah dan jenis keragaman jenis ikannya ( Kottelat et al.,1993).
Kondisi kualitas air suatu perairan akan sangat mempengaruhi kehidupan biota yang ada di dalamnya. Salah satu dari biota sungai yaitu hewan invertebrate air dalam hal ini adalah makrobenthos yang mempunyai hubungan erat dengan kondisi fisika dan kimia air di sekitarnya. Makrobentos merupakan hewan invertebrate yang hidup di dasar perairan baik diatas substrat maupun di dalam substrat dan cenderung hidup menetap. Minshall (1976) menyatakan bahwa fakto yang paling berpengaruh terhadap kelimpahan dan penyebaran hewan makroinvertebrata adalah substrat dan kecepatan arus. Namun demikian kedua factor tersebut tidak dapat berdiri sendiri, tetapi di dukung pula oleh beberapa factor lingkungan lain.
Substrat
Substrat dasar yang berupa batuan dan partikel tanah halus merupakan habitat yang mendukung kehidupan makrobenthos. Organisme ini menyesuaikan diri di habitat air deras dengan cara menempel pada substrat batuan, bagian anterior memiliki alat untuk menyaring makanan darri air dan pada bagian posterior memilik alat penghisap. Misalnya Psepenus sp., hidupnya menempel pada batu dengan bantuan alat pereakat pada substrat keras dengan bantuan jala pariental, larva simulium, diptera dan tricoptera melekatkan selongsongnya pada batu-batu dengan kait dan alat perekat, cacing pita dengan cara melekatkan bagian bawah tubuhnya, sedengkan plecoptera dan ephemeroptera beradaptasi dengan bentuk tuguh yang pipih (Odum, 1971).
Arus
Arus sangat mempengaruhi kehidupan makrobenthos di sungai. Daerah hulu, hilir dan muara sungai memiliki kecepatan arus yang berbeda. Kecepatan arus dipengaruhi oleh kondisi dasar sungai. Perbedaan kecepatan arus akan mempengaruhi penyebaran makrobenthos di sungai. Pada arus deras banyak dihuni oleh makrobenthos yang dapat menempel pada batuan misalnya gastropoda sedangkan daerah arus lambat banyak dijumpai annelida karena terdapat pengendapan lumpur. Kecepatan arus merupakan cirri utama ekologi sungai dan merupakan factor pembetas utama bagi hidrobiota air (Koesoebiono, 1979).
Suhu
Suhu merupakan factor yang sangat pentin dalam kehidupan perairan dan merupakan factor pembatas utama perairan, (Odum, 1971). Suhu yang masih dapat ditolerir organism akuatik berkisar 20-30°C. Hewan invertebrate air masih tahan hidup pada suhu diatas 30°C, Limnaidae umumnya lebih tahan pada temperature diatas 30°C (Welch, 1952).
pH (Pulssence neg de hydrogen)
Toleransi organism terhadap pH bervariasi dan dipengaruhi oleh beberapa factor, seperti misalnya aktivitas fotosintesa dan biologi, suhu, oksigen terlarut, alkalinitas, adanya anion dan kation, jenis dan stadia organisme. Jenis-jenis Celeptera merupakan taksa yang mampu hidup pada tempat yang mempunyai kisaran pH yang lebar (Hawkes, 1979).
Kekeruhan
Kekuran disebabkan oleh partikel-partikel dan suspensi yang terjkandung didalamnya. Pengaruh dari endapan padatan tersuspensi yang paling besar terhadap komunitas hewan benthos adalah apabila tertutupnya dasar sungai (hawkes, 1979). Tertutupnya dasar sungai akan mempengaruhi proses pernapasan hewan makrobenthos (hawkes, 1979).
Kecerahan
Kecerahan merupakan faktor yang peting dalam suatu perairan. Kecerahan menunjukan suatu tingkat kejernihan aliran air yang diakibatkan oleh unsur-unsur sedimen baik yang bersifat mineral atau organik. Kecerahan air digunakan sebagai indikator kemampuan air dalammeloloskan cahaya yang jatuh diatas badan air. Semakin besar tingkat kecerahan suatu perairan, smakin besar kemampuan bagi vegetasi akuatis untuk melakukan fotosintesis (Asdak, 2007).
Kedalaman
Kedalaman merupakan tinggi rendahnya suatu perairan dari dasar sungai sampai permukaan air. Kedalaman di dalam perairan dapat mempengaruhi kelangsungan hidup suatu organisme air. Karena perairan yang dalam, akan ditempati suatu organisme yang jumlahnya sedikit dan miskin oksigen. Kedalaman air yang baik suatu perairan sungai yaitu 2–3 meter. Kedalaman suatu perairan melebihi dari 3 meter akan menggangu proses fotosintesis, karena cahaya tidak bisa menembus kedasar perairan yang terlalu dalam (Hawkes, 1979).
Konduktivitas
Konduktivitas air yang baik bagi kehidupan suatu mahluk hidup di perairan yaitu di bawah 400μs. Konduktivitas perairan yang melebihi atau diatas 400μs mahluk hidup atau organisme yang hidup di perairan akan stress dan akan mati. Jika di perairan sungai terdapat banyak partikel maka hantaran listrik tinggi (Ewuise, 1990).


III. MATERI DAN METODE

3.1 Materi Praktikum
3.1.1 Alat
Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah termometer, kertas pH, botol film, tali rafia, keping sechii, jarum altimeter, rolling meter, tongkat skala, konduktivitas.
3.1.2 Bahan
Bahan-bahan yang digunakan yaitu air sungai yang akan diteliti.
3.2 Metode Praktikum
Metode yang diggunakan dalam praktikum ini dilakukan dengan metode pengukuran faktor fisikokimia air dari hulu sampai dengan hilir sepanjang sungai Serayu. Parameter yang akan di ukur yaitu kecerahan, pH, suhu, kecepatan arus, konduktivitas, kedalaman, substrat dasar, riparian vegetation, dan skor fisik habitat.
3.2.1 Pengukuran Suhu
Dicelupkan termometer pada perairan, tunggu sampai beberapa menit sampai pengukuran stabil. Lakukan di 3 titik.
3.2.2 pengukuran Derajat Keasaman (pH)
Dicelupkan kertas pH ke dalam air, samakan perubahan warna pada kertas dengan warna skala pH yang tercantum.
3.2.3 Pengukuran Kecepatan Arus
Pengukuran kecepatan arus menggunakan metode apung. Botol film yang berisi setengah air di ikat dengan tali rafia sepanjang 10 meter. Kemudian dilemparkan ke sungai.Catat waktu yang dibutuhkan botol tersebut untuk hanyut sepanjang 10 meter.
3.2.4 Pengukuran Kecerahan
Keping sechii dimasukan ke dalam air. Diukur kedalaman sampai batas antara hitam dan putih tidak dapat di bedakan.Jika dasar sungai masih dapat di bedakan catat kedalaman sampai dasar sungai.
3.2.5 Ketinggian Tempat
Altimeter diletakkan pada permukaan tanah yang datar di staiun pengamatan sampai menunjukn angka konstan yang ditunjuk oleh jarum altimeter.
3.2.6 Pengamatan Substrat Dasar
Substrat di estimasi menggunakan tabel Barbaur dan stribing, dan dilakukan perhitungan skor fisik habitat setiap stasiun pengamatan.
Diestimasi secara visual persentasi bagian dasar sungai yang tertutup lumpur, pasir, kerikil, batu.
3.2.7 Lebar Sungai
Diukur dengan rolling meter dan jika tidak di dukung oleh situasi dilakukan estimasi lebarsungai.
3.2.8 Pengukuran Kedalaman
Dilakukan pengukuran pada tiap 2 meter lebar sungai dengan tongkat penduga yang telah diberi skala panjang.
3.2.9 Pengukuran Konduktivitas
Diukur menggunakan konduktifitimeter dengan daya hantar listrik. Konduktifitimeter dinetralkan atau dinolkan. Kemudian ujung konduktifitimeter dimasukan kedalam air dan di tunggu sampe konduktifitimeter berhenti dan menunjukan angka.
3.2.10 Pengamatan Skor Fisik Habitat
Substrat di estimasi menggunakan tabel Barbaur dan stribing, dan dilakukan perhitungan skor fisik habitat setiap stasiun pengamatan.
Habitat parameter Optimal Suboptimal Maginal Poor
Substrat dasar Lebih dari 60% dasar perairan terdiri atas krikil, batu atau cads dengan porsi yang kurang lebih sama
SKOR 20 30-60% dari substrat dasa perairan berupa batuan atau cadas. Substrat mungkin didominasikan oleh salah satu kelas ukuran tersebut.
SKOR 15 10-30% merupakan salah satu materi yang besar tetapi lumpur atau pasi 70-90% mendominasi substrat dasar
SKOR 10 Substrat didominasi oleh Lumpur dan pasir Kerikil dan pasir dan materi yang lebih besar <10%
SKOR 5
Kekomplekan habitat Berbagai macam tipe kayu pohon, cabang, tumbuhan akuatik terdapat pada segmen sungai membentuk habitat yang bervariasi. Segmen sungai tertutup kanopi
SKOR 20 Substrat cukup bervariasi.
Segmen sungai cukup cukup terlindungi oleh Kanopi
SKOR 15 Habitat didominasi oleh 1 atau 2 macam komponen substrat, Tumbuhan tepi tang menaungi segmen sungai sedikit
SKOR 10 Habitat monoton Pair dan lumpur menyebabkan habitat tidak bervariasi
SKOR 5
Kualitas bagian yang menggenang 25% dari bagian yang menggenang sama atau lebih lebar dari setengah sungai dan kedalamannya
SKOR 20 5% bagian yang menggenang kedalamannya 1 m dan lebih dari ½ lebar sungai.
Umumnya bagian yang alan ini lebih kecil dari setengah lebar sungai dan kedalamannya > 1 m
SKOR 15 Kurang dari 1% bagian yang menggenang kedalamannya >1m dan lebih dari lebar sungai
Bagian yang menggenang ini mungkin sangat dalam/dangkal.
Habitat tdk bervariasi.
SKOR 10 Bagian yang menggenang kecil dan dangkal bahkan mungkin tidak terdapat bagian yang menggenang
SKOR 5
Kestabilan tepi sungai Tidak terdapat bukti-bikti bahwa tempat tersebut pernah terjai erosi atau berpotensi untuk erosi
SKOR 20 Jarang terjadi bagian tepi yang gugur, kemungkinan gugur ada tetapi rendah.
SKOR 15 Bagian tepi ada yang mengalami erosi saat banjir.
SKOR 10 Bagian tepi sungai tidak stabil, sering terjadi erosi
SKOR 5

3.3 Waktu dan Tempat
Praktikum dilaksanakan pada tanggal 5-6 November 2009 di sepanjang Daerah Aliran Sungai Serayu.


IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Tabel 1. Data Kondisi Biotik dan Abiotik Sungai Serayu
Parameter Stasiun pengamatan
A B C D E F G H
pH 7 7 7 8 9 7 7 7
Temperatur (°C) 20.1 23.1 28 29 28 28 28 27
Kecepatan arus (m/s) 0.533 0.31 0.66 0.367 0.134 0.346 0.082 28.6
Konduktivitas (µmhos) 200.2 340.2 243 243.7 110.5 248.3 265.1 182.9
Skor fisika habitat (%) 55 70 65 80 60 60 65 50
Lebar sungai (m) 18 9 35.2 14 47 24 53 50
Kedalaman (cm) 55 20 120 60 123 56.6 62 800
Riparian vegetation
(%) 60 50 50 45 55 60 50 80
Kecerahan (cm) 30 20 34 17.5 5.5 41.6 62 7.5

Keterangan :
A : Kejajar B : Garung C : Prigi (Sigaluh) D : Purwonegara
E : Mrican F : Mandiraja G : Kembangan H : Somagede


4.2 Pembahasan


gambar 1. grafik perbandingan pH pada setiap statiun
Berdasarkan nilai pH di setiap stasiun rata-rata netral yaitu 7. Berarti nilai pH di perairan sungai serayu tidak basa dan asam. Nilai pH di Purwonegoro 8 dan di Mrican 9, karena reaksi karbon di perairan sangat mendukung dan air bersifat basa. Praktikum ini sesuai dengan pendapat Asdak (2007), yaitu nilai pH 7 adalah netral, sedangkan nilai pH lebih besar dari 7 menunjukan bahwa air bersifat basa dan nilai pH lebih kecil dari 7 menunjukan bahwa air ditempat tersebut asam.
Nilai pH netral berarti nilai pH di sungai Serayu baik untuk kehidupan ikan dan fauna lain yang hidup di perairan sungai serayu. Menurut Asdak (2007) yaitu ikan dan fauna lain air tawar bertahan hidup dengan nilai pH 6,5 sampai 8,5.
Berdasarkan hasil praktikum rata-rata temperatur di sungai Serayu 26.4°C, artinya tempertur di sungai Serayu layak untuk organisme hidup di perairan tersebut. Praktikum ini sesuai dengan pendapat Heur (1971) yaitu tempertur yang stabil dalam perairan berkisar 25°C-28°C. dan temperatur yang layak untuk kehidupan organisme yaitu 20°C-30°C.


gambar 2. grafik perbandingan temperatur pada setiap statiun


gambar 3. grafik kecepatan arus (m/s) pada setiap statiun
Arus merupakan faktor pembatas utama pada aliran arus deras. Kecepatan arus pada aliran arus deras dapat bervariasi, di tempat yang berbeda-beda dari suatu aliran air yang sama.
Berdasarkan hasil praktikum kecepatan arus yang didapat maksimal 28.6 artinya di daerah sungai tersebut kecepatan arusnya tinggi karena sungai tersebut memiliki lebar yang luas dan substrat dasarnya didominasi oleh lumpur. Sedangkan kecepatan arus yang didapat minimum 0,134 artinya kecepatan arusya rendah karena substrat dasarnya didomonasi pasir.

gambar 4. grafik perbandingan konduktivitas pada setiap statiun
Konduktivitas suatu perairan di sungai Serayu maksimal 340,2μmhos artinya daya hantar listrik di Garung tinggi dan banyak praktikel yang ada di Garung. Sedangkan konduktivitas yang minimum 110,5μmhos artinya daya hantar listrik di sungai Mrican rendah ini serta paktikel yang terdapat sedikit. Perbedaan tersebut dapat dilihat pada grafik di atas. Konduktivitas ini diukur dari hilir ke hulu dan di ukur dengan daya hantar listrik. Konduktivitas yang di bawah 400μs kekayaan spesiesnya melimpah, tetapi jika perairan sungai konduktivitasnya di atas 400μs kekayan spesies tidak melimpah karena tidak kuat terhadap konduktivitas tersebut.

gambar 5. grafik perbandingan skor fisik habitat pada setiap statiun
Skor fisik habitat sungai serayu dari hilir ke hulu tidak stabil. Hal ini dapat dilihat pada garfik di atas yaitu di Kejajar dan Somagede 50% artinya di ke sungai tersebut skor fisik habitat tidak banyak, hanya setengahnya kondisi sungai tersebut. Sedangkan di Purwonegoro, Kembangan, Sigaluh, dan Garung berkisar antara 80%-60% artinya di sungai-sungai tersebut skor fisik habitat nilainya tinggi dan mendukung. Hal ini berarti skor fisik dari hilir ke hulu setiap stasiun berkurang dan tidak sama dapat dilihat di grafik di atas. Kondisi fisik habitat di bagian hulu sepanjang sungai Serayu sesuai kriteria penilaian kondisi fisik habitat menurut Barbour and Stribling yaitu sub optimal.

gambar 6. grafik perbandingan lebar sungai setiap statiun
Berdasarkan praktikum yang diperoleh yaitu di Kejajar 18cm, di Garung 9cm, Sigaluh 35.2cm, Purwonegoro 14cm, Mrican 47cm, Mandiraja 24cm, Kembangan 53cm dan Somagede 50cm. Hal ini berarti lebar sungai pada sungai serayu hilir ke hulu bervariasi. Hal ini terjadi dikarenakan adanya tanah yang longsor terbawa arus sungai dan akibat erosi.
Kedalaman di sungai serayu pada setiap stasiun bervariasi, karena adanya perbedaan suatu substrat dasar. Substrat dasar sungai serayu di dominasi oleh perairan sungai yang berbatu, kerikil. Dapat di lihat pada digram batang di bawah kedalaman sungai serayu rata-rata 162.075cm, berarti sungai Serayu masih banyak organisme yang hidup, karena kedalaman perairan sungai tidak terlalu dalam. Hal ini sesuai dengan pendapat Asdak (2007) yaitu kedalaman suatu perairan dapat mempengaruhi kelimpahan atau kehidupan organisme. Jika perairan kedalaman nilainya kecil berarti kelimpahan sepesies rendah dan tinggi, tetapi jika kedalaman nilainya sedang kelimpahan organisme banyak.

gambar 7. grafik perbandingan kedalaman sungai pada setiap statiun


gambar 8. grafik perbandingan riperian vegetasi pada setiap statiun
Riperian vegetasi di sungai serayu dari semua stasiun berkisar antara 45% - 80%. Ini berarti banyak organisme yang hidup di sekitar sungai serayu. Hal ini sesuai dengan pendapat Odum (1993) yaitu perairan yang banyak riparian berarti banyak organisme yang hidup di perairan tersebut dan perairan tersebut berarti subur.
Kecerahan suatu sungai tinggi karena dipengaruhi oleh unsur-unsur muatan sedimen, baik yang bersifat mineral atau organik. Sungai semakin besar tingkat kecerahan semakin dangkal cahaya dapat masuk kedalam air, semakin kecil kesempatan vegetasi akuatis untuk melakukan fotosintesis (Asdak, 2007).
Berdasarkan praktikum yang dilakukan di sungai serayu pada stasiun yang berbeda tingkat kecerahan ada yang tinggi dan rendah. Tingkat kecerahan tinggi maka cahaya dapat masuk kedalam air, maka semakn besar tingkat vegetasi untuk melakukan fotosintesis. Kecerahan sungai Serayu rata-rata 27,3cm, artinya sungai tersebut kecerahannya tinggi, cahaya dapat masuk kedalam badan air dan kesempatan bagi vegetasi akuatik untuk melakukan proses fotosintesis. Praktikum ini sesuai dengan pendapat Asdak (2007) yang telah dijelaskan pada paragraf pertama.

gambar 9. grafik perbandingan kecerahan pada setiap statiun


V.KESIMPULAN

Berdasarkan hasil praktikum yang didapat, maka dapat disimpulakan bahwa:
1. Pola longitudinal ekosistem di Sungai Serayu dapat dilihat dari faktor-faktor yang mempengaruhi kondisi fisik sungai Serayu yaitu lebar sungai, kedalaman, suhu, pH, kecepatan arus, konduktifitas, skor fisik habitat, kejernihan dan substrat dasar.
2. Sungai Serayu memiliki panjang 3.719 km dengan luas 360,639 ha, arus sungai Serayu berasal dari teluk Bimo,di dataran tinggi di Dieng di wilayah Wonosobo dan berahir di pantai dekat Gn.srandil. Faktor fisikokimia separti suhu yang berkisar antara 20.1-29 ºC ,ph yang bernilai antara 7-9. Pada sungai serayu terdapat DAS yang berbeda-beda disetiap daerah stasiun sungai.

DAFTAR PUSTAKA
Asdak, chay. 2007. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gadjah Mada
University Press : Yogyakarta.

Ewuise,y.j.1990. Pengantar Ekologi Tropika.Bandung: ITB.

Hawkes, H.A.1979. Invertebrates an Indikator Of River Water Quality. In James, A. And L. Erison, ED. Biology Indikator Of Water Quality. Jon Willey Sons, Toronto.

Koesbiono. 1979. Ekologi Perairan. Bogor : IPB

Kottelat, M.& Whitten,A.J.(1993). Freshwater biodiversity with special reference to fish. World Bank Technical Paper No.343.

Soemarwoto, o.; I. Gandjar; E. Guhardja; A.H. Nasution; S.Soemarwoto dan L.K. Somadiharta. 1980. Biologi umum II. PT Gramedia, Jakarta.

Minshall, G.W and J.N. minshall. 1979. Microdistribution of benthic invertebrates in a
Roxy mountain (USA) stream . journal. Department uof biology idahostate university Pocatello, Idaho

Odum, E. P. 1993. Dasar-Dasar Ekologi. Edisi ketiga. Yogyakarta. Gajah Mada University Press

-------, E.P.1973. dasar-dasar ekologi. diterjemahkan oleh Thahmosamingan.
Yogyakarta : Gadjah Mada Press.

-------, E.P. 1971. Fundamental of ecology. Sounders and company, philadephia.

Welch, P.S. 1952. Limnology. McGraw-Hill Book Company, New York.

No comments:

Post a Comment

KUMPULAN DONGENG BAHASA INDONESIA TERBARU

Asal Mula Rumah Siput Dahulu kala, siput tidak membawa rumahnya kemana-mana… Pertama kali siput tinggal di sarang burung yang sudah di...